Kita mestinya sudah menyepakati bahwa faktor yang menyebabkan penyakit kronis bukan hanya rokok. Tapi apalah itu penyakitnya, dari penyakit berat hingga penyakit yang ringan, penyebabnya dianggap sama: rokok. Seolah-olah rokok itu memang penyebab penyakit, penyebab kematian.
Padahal, sudah banyak penelitian yang memunculkan data-data bahwa penyebab penyakit-penyakit yang disebutkan tadi berasal dari banyak faktor. Kanker paru-paru, misalnya, terjadi karena faktor-faktor seperti asap kendaraan, paparan zat kimia, hingga faktor keturunan. Seperti halnya penyakit yang diderita oleh Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho. Ia mengidap penyakit kanker paru stadium 4B padahal Ia mengaku tidak pernah merokok. Masih menganggap kanker paru-paru hanya disebabkan oleh rokok?
WHO pernah mengeluarkan laporan jika polusi udara menjadi penyebab utama kanker paru-paru. Selanjutnya, Dr.Kurt Straif dari International Agency for Researchon Cancer (IARC) menyebutkan jika penyebab lain kanker paru-paru sendiri ditimbulkan dari asap kendaraan, asap pabrik hingga proses pemanasan yang dihasilkan oleh rumah-rumah penduduk. Tapi ya, kampanye negatif dari anti-rokok selalu membawa opini agar rokok selalu salah.
Pokoknya, rokok selalu salah di mata kesehatan.
Jangankan penyakit, rokok juga menjadi kambing hitam atas terjadinya kematian penduduk dunia. WHO pernah menyebutkan bahwa rokok menyebabkan hampir 7 juta kematian per tahun, dikutip dari kompas.com (23/04/2018). Rokok dicap sebagai produk yang berbahaya, walaupun nyatanya penelitian dari Asosiasi Rumah Sakit Daerah se-Indonesia (ARSADA) menemukan manfaat tembakau, bahan dari rokok.
Peringatan (atau lebih tepatnya ancaman) pada bungkus rokok juga menggertak perokok agar tidak lagi mengkonsumsinya. Padahal rokok tidak benar-benar membunuhmu. Yang membunuhmu itu kalau tidak punya aktivitas dan jarang olahraga. Inilah yang saya tahu dari sebuah penelitian dari Amerika.
Penelitian yang dilakukan pada pasien Clevelan Clinic, Ohio, Amerika menyatakan jika jarang olahraga lebih berbahaya daripada merokok. Tak tanggung-tanggung, menurut penelitian yang diterbitkan pada jurnal JAMA Network Open itu, jarang berolahraga memiliki resiko kematian 30 persen lebih tinggi daripada aktifitas merokok, mengidap diabetes, atau menderita hipertensi.
Penelitian tersebut dilakukan oleh dr Wael Jaber, seorang ahli kesehatan jantung di Clevelan Clinic, Amerika. Dalam penelitian tersebut, ada 122.007 pasien yang diteliti. Penelitian yang dilakukan selama kurang lebih 23 tahun itu mennyimpulkan bahwa sebanyak 12 persen kematian disebabkan oleh tingkat intensitas olahraga atau aktivitas fisik yang rendah. “Orang-orang yang jarang berolahraga atau melakukan treadmill berisiko dua kali lipat terserang gagal ginjal.” Ungkap dr Wael Jaber, dikutip dari cnnindonesia.com.
Bahaya jarang berolahraga ternyata tidak main-main. Tidak cukup hanya menkonsumsi makanan sehat, ataupun menghindari merokok. Jarang berolahraga pun menjadi hal yang lebih berbahaya. Organ tubuh kita perlu digerakkan, perlu punya aktivitas yang membuat otot lebih rileks. Setidaknya kita membutuhkan 150 menit dalam seminggu untuk berolahraga.
Dari uraian di atas, kita mendapat kesimpulan jika risiko kematian tidak melulu perkara apa yang kita konsumsi. Aktivitas kita pun mempengaruhinya. Merokok atau tidak, risiko kematian tetap mengelilingi kita.
- Ini Dia Daftar Rokok Baru Sebagai Solusi Harga yang Makin Mahal - 9 August 2020
- Apa Momen Terbaik Merokok Versi Kretekus? - 9 November 2019
- Sutopo dan Ide Religiusnya Soal Peringatan di Bungkus Rokok - 11 February 2019