Press ESC to close

Kisah Vape yang Dicekal di Banyak Negara

Jika saja Herbert Gilbert hanya seorang pria yang malas-malasan di tahun 1960an lalu, mungkin saja Hon Lik, seorang apoteker asal Tiongkok tak akan menemukan produk berupa rokok elektrik atau Vape dengan bentuk yang sering kita jumpai saat ini. Alkisah, kejeniusan Hon Lik yang merupakan seorang perokok berat menghasilkan rokok elektrik yang ia harapkan bisa menjadi produk alternatif bagi tembakau.

Di awal kehadiran rokok elektrik atau yang dalam bahasa ilmiah disebut e-cigarettes, narasi positif hadir. Semangat alternatif yang diusung serta bahkan katanya lebih menyehatkan ketimbang rokok biasa membuat banyak pihak yang tertarik untuk mencobanya. Penyebaran Vape juga dibantu dengan gaya hidup yang tengah berkembang dan berdinamika di kalangan kelas menengah.

Anak muda dan vaporizer saat ini seolah-olah jadi warna baru dalam kehidupan masyarakat. Ada beberapa survei yang menyebutkan bahwa banyak perokok tradisional yang berpindah menikmati produk ini. Meski ada juga data yang mengatakan bahwa hadirnya vape justru memicu angka kenaikan perokok di Amerika Serikat. Meski memiliki semangat alternatif dan mencoba memisahkan diri dari rokok tradisional, nyatanya di mata hukum dan beberapa pemerhati kesehatan keduanya justru dianggap sama.

Perlu digaris bawahi rokok tradisional bukan hanya sebatas sebatang rokok dengan isian tembakau serta cengkeh didalamnya. Ia hadir mewakili keragaman budaya yang terhampar luas di tanah air. Bahkan rokok pada sejarahnya hadir sebagai bentuk obat herbal, mungkin begitu juga dengan vape yang diciptakan oleh Hon Lik untuk mengobati infeksi pernafasannya. Akan tetapi seiring waktu berjalan, kedua produk tersebut mendapatkan perlakuan tak adil di mata sosial dan bahkan hukum.

Baca Juga:  Review Rokok Gudang Garam Merah, Rokoknya Pecinta Adrenalin

Di Indonesia ragam peraturan dibuat oleh pemerintah untuk membatasi ruang para perokok. Dalilnya selalu sama sejak dulu yaitu kesehatan, padahal rokok bukanlah salah satu sebab tunggal timbulnya penyakit di tubuh seseorang. Peraturan tersebut digodok tiap tahunnya dibarengi dengan kebijakan negara yang kemaruk menaikkan harga cukai tiap tahunnya, menyedihkan memang. Dianggap tidak sehat akan tetapi suka dengan uang hasil penjualannya.

Lalu bagaimana dengan Vape? Pertumbuhan industri rokok elektrik di Indonesia memang belum sebesar rokok tradisional. Penyebarannya dan distribusinya melalui komunitas kecil dan lingkungan perkawanan, akan tetapi sifatnya tak bisa dibilang sporadis, pertumbuhan penggunanya juga cukup signifikan. Negara melihat ada potensi baru di bidang tersebut, sama seperti rokok, Vape tak dilarang hanya dibebankan biya cukai sebesar 57 persen.

Jika merujuk kepada negara tetangga, Indonesia memang tak segalak dengan Thailand dalam urusan regulasi Vape. Negeri Gajah Putih itu punya sebutan sebagai negara yang paling anti dengan Vape. Jangan coba-coba merokok elektronik di sana karena hal tersebut dianggap ilegal dan haram secara hukum. Dalil kesehatan, sudah tentu jadi alasan akan tetapi satu hal yang berbeda adalah Pemerintah Thailand jengah dengan sirkulasi bisnis vape di sana.

Thailand sebagai salah satu destinasi wisatawan eropa khususnya inggris memang menjadi ladang untuk menjual produk vape di sana. Tentu karena tak ada cukai dan bisa diakses dengan mudah. Kasus ditangkapnya Warga Inggris di Thailand karena membawa dan menjual Vape bahkan juga membuat otoritas Pemerintah Inggris mengeluarkan edaran khusus melarang warganya membawa produk e-cigarettes ke sana. Faktor bisnis disinyalir kuat jadi alasan Vape dilarang d Thailand.

Baca Juga:  Rokok Aspro International, Kembarannya Gudang Garam Surya

Sementara itu di Amerika Serikat, Vape memang jadi perhatian serius di sana. Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan terkait membatasi peredaran dan penjualan liquid vape yang mempunyai rasa buah dan permen. Mereka mengklaim bahwa pertumbuhan pengguna Vaporizer di kalangan remaja Amerika Serikat meningkat pesat, bahkan disebut sebagai wabah. Sungguh pernyataan tersebut cukup keras. Alhasil BPOM Amerika Serikat juga mengeluarkan aturan tentan pembelian produk ini untuk menekan pengguna di kalangan remaja.

Kembali dengan kondisi di tanah air, kini ramai-ramai beberapa pihak seperti para antirokok mencoba untuk membenturkan antara vape dengan perokok tradisional. Menggunakan logika produk alternatif tembakau lebih menyehatkan, mereka mencoba untuk menata regulasi yang ramah terhadap rokok elektrik dan menjerumuskan perokok tradisional. Padahal jika berkaca pada beberapa negara di atas, banyak yang mulai menertibkan peredaran vaporizer bahkan hingga sampai status dilarang.

Sejauh ini Indonesia dirasa cukup tepat dengan peraturan rokok elektrik. Keberadaannya tak dilarang karena memang perokok atau tidak adalah hak segala anak bangsa namun cukup menaikan cukai dan regulasi khusus soal standar umur untuk pembelian produk tersebut. Cocok bukan?

Indi Hikami

Indi Hikami

TInggal di pinggiran Jakarta