Cerutu Wamena, demikianlah gulungan tembakau khas Wamena itu dikenal oleh masyarakat setempat. Produk lokal yang lazim disukai masyarakat ini dikenal juga dengan sebutan Nit atau Hanom. Suku Dani dan Yali adalah konsumen loyal dari cerutu Wamena yang terbilang khas. Disebut khas lantaran bentuknya berbeda dari cerutu kebanyakan, tembakaunya juga berasal dari tanah kebun setempat, selain itu proses pembuatannya yang terbilang tradisional.
Gulungan tembakau khas Wamena ini selain berbahan baku tembakau yang digulung padat, pada bagian pembungkusnya menggunakan salah satu daun hutan. Mungkin tak banyak orang tahu kalau daerah yang terletak di pegunungan tengah Papua ini juga menghasilkan tanaman tembakau. Seperti umumnya tradisi pemanfaatan tembakau di Nusantara, budaya mengonsumsi tembakau di masyarakat Dani dan Yali sudah berlangsung sebelum rokok konvensional beredar di pasaran.
Jika muncul pertanyaan kenapa jenis cerutu Wamena ini masih disukai masyarakat asli, iya di antaranya karena peran adat yang mensyaratkan adanya sajian tembakau pada tiap pesta adat. Selain cita rasanya yang khas dan akrab bagi mereka tentunya.
Keberadaan cerutu Wamena bagi masyarakat asli termasuk bagian dari simbol penghormatan. Ada dua kesamaan fungsi tembakau pada berbagai acara adat di semua daerah di Nusantara. Umumnya berfungsi sebagai sarana pengobatan (peluruh penat) juga simbol penghormatan.
Perlu diketahui juga terkait pemanfaatan tembakau di Bumi Cendrawasih ini tidak saja ada di Wamena. Telah terjelaskan dalam buku Use of Tobacco in New Genea and Neighboring Regions (1924), bahwa pemanfaatan tembakau di Papua sejalan pula dengan pemanfaatan buah kelapa, pisang, sagu, dan makanan lokal lainnya. Tembakau juga tumbuh di daerah pegunungan Arfak, Papua Barat. Artinya, tembakau telah populer dikonsumsi masyarakat Papua sudah sejak lama.
Di pasar tradisional Jibama, Wamena, produk gulungan tembakau ini bukan barang yang asing lagi. Sebagai produk konsumsi masyarakat lokal, produk tembakau Wamena tentu akan sulit kita temui di daerah lain. Namun jenis produk kearifan lokal serupa juga ada di berbagai daerah di Indonesia. Di Sumbawa misalnya, ada yang kita kenal dengan rokok Jontal, ataupula di daerah Sumatera Selatan, rokok Nipah—yang menyerupai rokok Klobot di Pulau Jawa.
Di tengah maraknya berbagai tekanan kepentingan pasar. Rokok-rokok tradisional di Indonesia terbilang masih bertahan. Meski peredarannya tak seluas atau sepopuler rokok konvensional di pasaran. Mungkin bagi kita yang terbiasa dengan rokok konvensional, cita rasa produk-produk lokal berbahan baku tembakau itu tidaklah terlalu memenuhi selera. Tak dapat dipungkiri, bahwa selera pasar bergerak demikian dinamis.
Keberadaan cerutu Wamena ataupula rokok lokal lainnya boleh jadi di masa datang akan punah dari kehidupan masyarakat. Apalagi ketika paradigma kesehatan modern terus saja melakukan penetrasi pasar. Bahkan sampai menggunakan dalih kesehatan untuk menyingkirkan konsumsi rokok di masyarakat. Bukan tidak mungkin, generasi di masa datang hanya sebatas tahu kearifan budaya kita berdasar cerita dan catatan yang pernah ada
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024