Press ESC to close

Dua Iklan Rokok yang Menyindir Realitas Politik 2019

Pemilu secara umum bisa dikatakan sudah selesai. Setelah melewati hari pencoblosan kemarin dan proses hasil hitung cepat yang disiarkan di berbagai media. Kita telah mendapatkan gambaran siapa yang diisyaratkan unggul dalam kontestasi politik eletoral tahun ini. Meski tentunya masih harus menunggu hasil hitungan resmi KPU. Namun dinamika yang terjadi memang tak semulus lomba panjat pinang di tiap Agustusan. Isu kecurangan Pemilu dihembuskan oleh pihak yang tak mau terima hasil hitung cepat yang dilansir pada media arus utama.

Pesta demokrasi tahun ini memang menjadi panggung yang sangat gaduh dan menjemukan. Polarisasi terjadi di mana-mana. Isu politik identitas yang dimainkan menimbulkan fanatisme buta. Masing-masing pendukung Capres-Cawapres sama-sama tak ingin panutannya dikalahkan apalagi dilecehkan. Kewarasan dalam memaknai demokrasi semakin jauh dari filosofi eling lan waspada—bahwa ada hal yang jauh lebih penting untuk senantiasa kita pelihara, yakni keharmonisan hidup berbangsa.

Nah, kali ini saya akan ulas konten iklan rokok yang secara semiotika visual terkandung pesan moral yang bertolak dari realitas politik di tahun 2019 ini. Pesan moralnya cukup satire. Secara langsung tak langsung menginterupsi perilaku politisi serta mangsa pasarnya yang kerap terbawa emosi permainan.

Haiya, sengaja saya pilihkan dua contoh saja, lantaran dua merek rokok ini yang terbilang sukses memantik bunyi tersendiri di kepala saya. Tentu saja, memikirkan ide kreatif untuk iklan rokok tidaklah mudah. Kita patut mengapresiasinya. Larangan untuk menampilkan produk menjadi tantangan tersendiri bagi produsen rokok untuk menyampaikan pesannya kepada masyarakat. Hal yang saya ulas di sini jelas berdasar tafsir pribadi, sangat terbuka kemungkinan tafsir lain dari kretekus sekalian. Sila disimak:

Pertama, Iklan Rokok LA Light (Jangan Mau Dipecah)

Iklan berdurasi 15 detik ini tampak menampilkan sosok snooker nan maskulin melakukan break shot. Tampak necis abis dari rambut sampai pilihan wardrobe-nya. Saya tafsir ini juga menjadi cerminan dari kelas sosial tertentu. Dengan tongkat billiard di tangan dan mata terfokus pada sekumpulan bola yang dibidik, lelaki itu tampak penuh percaya diri mengawali permainan. Dalam adegan ini tidak  tertampakkan siapa lawan dalam permainan itu.

Baca Juga:  Tahun Baru, Harga Rokok Baru

Sekumpulan bola yang dibidik pun sudah bisa dengan segera kita pahami. Hanya ada dua warna tervisualkan, yaitu merah dan putih. Simbolisasi dari warna bendera kebangsaan kita. Sementara yang kita ketahui, umumnya sekumpulan 15 bola itu tak cuma merah-putih, warnanya majemuk. Jelas sudah bisa kita simpulkan satu hal paradoks di situ. Bahwa keragaman kita sebagai bangsa tersimbolkan melalui keberadaan bola-bola merah-putih itu. Perlu diktahui, produk LA Light memang dominan menggunakan dua warna, terlihat dari pilihan warna logonya; merah dan putih.

Selanjutnya, saat bola ditembakkan dan melesat mengenai sekumpulan bola merah-putih itu terjadi suatu hal ajaib. Keajaiban dari teknis sinematografi tentunya. Bola-bola itu tidak terpecah berserakan, melainkan tetap pada posisi semula. Sekumpulan bola merah-putih itu terkesan lentur tapi tangguh dalam format segitiganya yang tetap. Saya menafsir ini adalah pula representasi dari kita kretekus yang tidak mudah diceraiberaikan oleh hantaman dari kepentingan apapun. Terutama kepentingan rezim antitembakau yang selama ini kerap melakukan berbagai tekanan. Kita tetap tangguh dan bersetia sebagai konsumen produk (baca: kretek mild) Indonesia.

Kedua, Iklan Rokok Djarum 76 (Caleg Cerdas—Minta Musik Ajah)

Iklan Dajraum 76 selalu menampilkan konsep yang lucu dan nyeleneh di saat produsen lain berusaha menampilkan kesan jantan, kesuksesan, dan kemewahan. Kerap saja di setiap iklan produk  Djarum 76, Om Jin melemparkan pertanyaan kepada sosok yang biasanya adalah gambaran dari realitas di masyarakat. Dengan tetap mengusung semangat “yang penting hepiii”, pada edisi Caleg Cerdas secara verbal tertampakkan betapa ‘jangkrik’ betul isi kepala calon legislatif yang meminta bantuan agar lolos pada pemilu legislatif. Sosok Caleg itu menginginkan dirinya mendapatkan kecerdasan untuk bisa lolos Pileg. Sementara dari sekian berondongan pertanyaan wartawan yang terlihat pada scene pembuka, sosok Caleg itu tak mampu memberi komentar apa-apa, malah terlihat ruwet airmukanya.

Baca Juga:  Berbuka dengan Nyebats, Apa yang Salah?

Cerdas merupakan anugerah—bawaan dari lahir dan tak bisa dicari. Oleh karena itu, orang cerdas seringkali berimprovisasi dan lebih kreatif dalam melakukan sesuatu. Kemampuan berpikir orang cerdas sangatlah cepat, sehingga ia sangat mudah mengerti, memahami, dan menangkap maksud dari suatu kondisi atau keadaan. Secara implisit, terdapat pesan moral yang cukup satire di balik itu semua, bahwa untuk sekadar lolos Pileg modal ‘cerdas’ bukanlah didapat dari meminta kepada Om Jin.

Nah ini kelanjutan dari sequel iklan sebelumnya, pada iklan berdurasi 38 detik ini sosok Caleg hanya meminta musik kepada Om Jin, Ia pun agak terperangah mengetahui itu. Permintaan itu yang justru diamini sebagai sesuatu yang ‘cerdas’. Om Jin kemudian menghadirkan seorang wanita berpakaian office lady berkacamata dan rambut ponytail yang bergoyang mengikuti irama musik. Di akhir iklan Om Jin dan Caleg ikut bergoyang bersama.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah