Press ESC to close

Sesungguhnya Antirokok Itu Orang-orang Penakut Dan Kurang Woles

Ada banyak kelompok atau golongan dalam isu soal rokok di Indonesia, sederhananya kita dapat membedakan menjadi tiga yakni golongan perokok, bukan perokok, dan antirokok. Ini penting. Sebab, pada ketiganyalah nasib dan nisab rokok akan ditentukan. Golongan  perokok tentu saja adalah orang-orang garis woles. Mereka tahu kesehatan, tapi enggak pernah lebay. Golongan bukan perokok juga sebenarnya orang-orang garis woles juga, bedanya mereka memilih untuk tidak merokok, dan juga enggak lebay. Mereka tidak merokok, tapi masih asik bergaul dan bisa diajak nongkrong sama perokok.

Sementara golongan antirokok, adalah orang-orang yang hidup di negara demokrasi yang berasas Pancasila dan UUD Pancasila, tapi enggak suka sama keberadaan perokok. Enggak aneh sih, karena memang banyak orang-orang model begituan. Tapi masalahnya, sikap terbuka untuk memerangi rokok inilah yang jadi persoalan. Jumlahnya memang tidak banyak, tapi mereka akan memposisikan para perokok seperti hantu. Persis para jendral yang mewaspadai kabar lahirnya hantu komunis gaya baru: menyita buku-buku komunisme, menghilangkan simbol-simbolnya, hingga membubarkan diskusinya. Persis ketakutan antirokok terhadap rokok.

Baca Juga:  Iklan Rokok Di Jakarta Dipreteli, Efektifkah?

Phosmophobia, demikian ahli bahasa menamainya. Ini istilah yang dilahirkan dalam ilmu kejiwaan untuk menyebut orang-orang yang takut pada hantu, meski bisa saja mereka belum bertemu dengan hantu. Phosmophobia adalah satu jenis ketakutan pada yang tak terlihat, sama seperti philophobia, satu jenis ketakutan pada cinta.

Nah, jika ada istilah untuk menamai ketakutan pada keduanya, hantu dan cinta, maka, apa istilah yang tepat untuk ketakutan pada rokok? Jadi, para antirokok akan mendapat julukan baru. Bukan antirokok, tapi ada istilah lain untuk mereka yang juga tepat untuk menjulukinya: pengidap sebatphobia.

Oke, kembali ke tiga golongan tadi. Nah, di antara tiga golongan itu, yang paling menentukan nasib rokok ke depan adalah kelompok kedua: bukan perokok. Terutama mereka yang sehari-hari bergaul dengan para perokok. Mereka patut memberikan jawaban atas pertanyaan, apakah perokok memang patut mendapat hukuman seperti yang ditudingkan para antirokok: subsidi pendidikannya dipotong sampai pada kriminalisasi perokok.

Kita boleh tidak percaya, tapi golongan antirokok adalah orang-orang yang hidup di udara, tak menapak bumi. Mereka tidak tahu bagaimana persoalan kehidupan perokok dan bukan perokok. Dan para golongan antirokok adalah orang-orang yang sama sekali tak tahu bagaimana rokok mengikat kehidupan masyarakat yang melahirkan sebuah tradisi.

Baca Juga:  Mulut Asem Hanya Istilah Perokok, Tak Perlu Ditafsir Berlebihan

Apakah para perokok pernah membayangkan, bagaimana seandainya teman-teman kita yang bukan perokok memiliki sikap laiknya para antirokok? Nah loh, isu-isu yang berseliweran di medsos soal cebong-kampret saja udah bikin pening kepala. Meski hanya di beda pilihan presiden, tapi dampaknya kemana-mana.

Persoalan golongan perokok dan bukan perokok bukan tidak mungkin melahirkan kebencian serupa. Di dekat-dekat kampus, nantinya mungkin akan ada kos-kosan “boleh merokok” dan “dilarang merokok”. Sikap takut rokok, seperti laiknya takut hantu, akan melahirkan rantai ketakutan, panjang dan tak beralasan. Naudzubillah Min Dzalik.

Aris Perdana
Latest posts by Aris Perdana (see all)

Aris Perdana

Warganet biasa | @arisperd