Press ESC to close

Perokok Penyiar Kabar Kemerdekaan Itu Bernama Joesoef Ronodipoero

Mungkin, mungkin ya, tanpa keberanian Joesoef Ronodipoero yang perokok berat ini, proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang dilakukan Soekarno-Hatta tak bakal jadi apa-apa. Toh, proklamasi hanya dilakukan di hadapan ratusan orang, di halaman sebuah rumah, dan terjadi ketika Tentara Jepang masih ingin mempertahankan kekuasaan mereka serta tentara Sekutu bersama Belanda kembali datang ke nusantara.

Siang hari setelah Proklamasi, penyiar kantor radio Hoso Kyoku Joesoef Ronodipoero bertemu salah satu tokoh pemuda di tempatnya bekerja. Saat itu, Ia diserahkan sepucuk kertas berisi coretan teks proklamasi dari Adam Malik, pimpinan gerakan pemuda di Jakarta. Segera Ia paham, proklamasi telah dilakukan dan kabar kemerdekaan harus segera disiarkan.

Masalahnya, kantor radio itu tengah dijaga ketat tentara Dai Nippon. Ia pun tidak bisa langsung menyiarkan kabar kemerdekaan itu pada khalayak. Setelah menunggu hingga malam, barulah Ia bisa menyiarkan kabar tersebut. Itu pun dengan sembunyi-sembunyi, di ruang kosong yang sudah tidak lagi digunakan untuk siaran. Walau pada akhirya, aksi nekatnya itu ketahuan dan Ia disiksa tentara Dai Nippon.

Setelahnya, aksi dan perjuangannya demi mengabarkan kemerdekaan Indonesia justru tidak padam. Begitu sembuh dari luka penyiksaan Jepang, Ia berinisiatif merakit alat pemancar radio dengan ketersediaan bahan ayng terbatas. Ia pun berhasil menciptakan radio pertama milik orang Indonesia, dan menamakan radio rakitannya sebagai Radio Suara Indonesia Merdeka.

Baca Juga:  Orang Merokok Kerap Dianggap Keren, Kok Bisa?

Lewat radio inilah, Ia menyebarkan pidato-pidato dari duet pemimpin bangsa Soekarno-Hatta kepada khalayak di masa-masa genting awal kemerdekaan. Bermula dari radio pertama ini jualah, ide untuk stasiun radio nasional milik negara tercetus. Akhirnya, dijalankanlah operasi pengambilalihan kantor radio pendudukan Jepang Hoso Kyoku dengan jalan perang. Operasi berhasil, dan Radio Republik Indonesia pun berdiri.

Joesoef kemudian didapuk sebagai pimpinan radio ini. Dengan semangat untuk mengobarkan perlawanan rakyat terhadap agresi militer Belanda, Ia pun membuat jargon legendaris Sekali di udara tetap di udara sebagai agar melecut semangat perjuangan rakyat.

Peran pentingnya di masa-masa awal kemerdekaan itulah yang membuatnya mendapatkan kepercayaan dari Soekarno. Tidak hanya memimpin RRI, Joesoef Ronodipoero juga pernah menjadi Direktur Jendral di kementerian dan Dua Besar untuk beberapa negara. Semua itu bisa diraihnya berkat keberaniannya menyiarkan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia walau harus babak belur dihajar tentara Jepang.

Di akhir masa hidupnya, kanker paru yang Ia derita membuat kebiasaan merokoknya selama jadi dipersalahkan oleh orang-orang. Meski kemudian, yang mungkin kita tidak pernah tahu, rokok itulah yang terus menemani perjuangannya untuk Republik. Membantunya untuk tetap nekat dan berani dalam mengambil keputusan-keputusan strategis yang bisa membuat nyawanya hilang.

Baca Juga:  Bermain dan Belajar Seputar Kretek di Museum House of Sampoerna

Pada tanggal 27 Januari 2008, Joesoef Ronodipoero pun meninggal dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Kabarnya, ketika meninggal tidak banyak orang hadir di pemakamannya. Tapi ya tidak apa, toh bangsa kita memang bangsa yang mudah lupa dengan sejarah. Proklamator macam Bung Karno saja pernah dikerdilkan oleh negara ini.

Kini, di Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 74, rasa terima kasih perlu saya haturkan kepada Bung Joesoef atas segala jasa dan perjuangan Anda menyiarkan kabar kemerdekaan untuk mengobarkan semangat juang rakyat. Semoga di alam sana, Anda kembali bertemu Bung Karno dan bisa sebats-sebats enak dengan beliau. Sebatang rokok yang saya sulut pagi ini, sepenuhnya diisi penghormatan kepadamu, bung. Dirgahayu, Republik. Dan Terima kasih, Bung perokok berat.

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit