Press ESC to close

Tradisi Manten Mbako di Wonosobo, Bukti Pemuliaan Tembakau yang Terlestari

Awal musim panen telah tiba. Para petani di Wonosobo di Desa Reco kembali melakukan ritual yang menandai kebahagian mereka. Sebuah ritual yang merupakan bagian dari kearifan lokal itu dikenal dengan wiwit metik sata. Adapula yang menyebutnya sebagai manten mbako, kalau diartikan secara umum sebagai proses mengawinkan tembakau.

Biasanya prosesi mantem mbako ini dibimbing oleh seorang sesepuh adat. Orang yang diakui secara mumpuni secara adat sebagai wali spiritual di urusan ini. Kalau dalam istilah ‘perkawinan’ pada kehidupan kita semacam penghulu gitu. Kegiatan semacam ini adalah bagian dari laku budaya yang telah berlangsung secara turun temurun dari waktu ke waktu.

Seperti yang kita ketahui, ritual semacam ini bukan hanya terjadi di Wonosobo. Hampir rata-rata daerah penghasil memiliki kearifan lokal yang berkaitan dengan manten mbako. Upaya pemuliaan terhadap komoditas perkebunan ini sejatinya berangkat dari akar sejarah tembakau yang dianggap memiliki ‘tuah’ dalam hal pengobatan. Beberapa suku-suku tua yang masih tersisa di kaki pegunungan Andez masih menggunakan tembakau sebagai sarana pengobatan tradisional.

Baca Juga:  Menjadi Perokok Pekerja Keras Seperti Refa Kashiki

Di Nusantara, tradisi pemuliaan yang di antaranya dengan menjadikan tembakau atupula rokok sebagai unsur sesajen. Termasuk pula menu wajib dari suatu perhelatan adat, fakta ini menjadi tanda bahwa tembakau memiliki sejarah budaya yang lekat di masyarakat Nusantara.

Hingga kini tidak sedikit tradisi yang berkaitan dengan pemuliaan tembakau yang masih dilestarikan. Petani memiliki keyakinan tersendiri yang melandasi tradisi manten mbako ini dilakukan. Tentu saja, itu semua dilandasi pengharapan dan kehendak mensyukuri anugerah alam Indonesia atas hasil panen yang mereka terima.

Tradisi manten mbako ini biasanya dilangsungkan di ladang-ladang milik petani di desa Reco. Pada tradisi ini secara simbolik daun bagian pucuk akan dipetik untuk kemudian ditautkan ke tanaman lainnya. Pada prosesinya berbagai sesajen yang dibuat secara khusus menjadi syarat yang harus disediakan.

Selain tradisi manten mbako, Wonosobo sendiri dikenal juga memiliki produk tembakau garangan yang cukup populer. Yakni tembakau yang diproses secara tradisional dengan cara seperti dipanggang. Kualitas yang bagus dari daerah ini membuat tembakau Wonosobo cukup digemari penikmatnya.

Baca Juga:  Rokok Elektrik, Bukan Pilihan Tepat Sehabis Makan

Boleh jadi, karena para petani bersetia menjunjung nilai-nilai adat leluhurnya itulah yang membuat tembakau Wonosobo tetap eksis. Artinya, mbako dimaknai bukan sebatas komoditas perkebunan yang dapat dijual dan memberi pendapatan. Tanaman ini diberi penghormatan selayaknya kita memuliakan sesama. Melalui tradisi manten mbako setidaknya kita dapat memetik kesimpulan berharga. Bahwa hidup bersama mbako bukan sekadar untuk terus mengambil hasilnya saja, tapi juga merawat upaya pemuliaan terhadapnya.

Bagi generasi kekinian yang kerap digempur oleh isu negatif tentang komoditas ini, mungkin saja akan semakin hilang perhatian, atau boleh dikata semakin apatis terhadap sejarah budaya yang lekat pada kehidupan pertembakauan. Terutama lagi dalam memaknai kearifan lokal yang menjadi bagian dari denyut kehidupan masyarakatnya.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah