Perda KTR di banyak daerah kerap dimaknai semau tafsir para pamong daerahnya. Pasalnya, rata-rata pada penerapan aturan KTR ini sering tanpa disertai upaya taat asas, terkait penyediaan ruang merokok.
Bahkan ada walikota yang secara terang-terangan ingin menyiksa perokok dengan dalih kesehatan dan tafsir bebasnya terhadap KTR. Iya, itu terjadi di Bogor, terlalu jauh menafsir KTR sampai menyasar etalase ritel yang memajang rokok.
Padahal jika kita merujuk amanat konstitusi, kawasan tanpa rokok wajib menyediakan tempat khusus merokok. Termakhtub dalam UU Kesehatan No.36/2009 Pasal 115 ayat 2. Dalam konteks ini destinasi wisata seperti Malioboro Jogja, termasuk yang terikat dalam Perda KTR sebagai tempat umum lainnya. Justru mampu berlaku taat asas dengan menyediakan tempat-tempat khusus merokok. Di sini kabar baiknya, gaes, berbeda dari destinasi wisata di daerah lain yang asal menerapkan KTR.
Dalam konteks ini nantinya di kawasan Malioboro akan dibuatkan sejumlah tempat khusus merokok. Sesuai peruntukkannya, tempat khusus merokok ini nantinya bukan sekadar instalasi pencitraan. Sebab sudah pula disiapkan para Satgas KTR untuk mengambil sikap edukatif dengan mengarahkan perokok untuk merokok pada tempatnya.
Masyarakat maupun wisatawan yang ingin merokok bakal dimudahkan untuk dapat mengonsumsi rokok, tanpa harus dianggap mengganggu orang lain. Tentu dengan adanya tempat khusus merokok yang diwacanakan sejak lalu, masyarakat lain yang tidak ingin terpapar asap rokok niscaya mendapatkan haknya. Yakni rasa aman untuk tidak terpapar.
Wujud taat asas ini mestinya dapat pula menginspirasi banyak daerah lain. Agar dalam penerapan Perda KTR bukan melulu dilandasi semangat untuk mengenyahkan perokok. Namun untuk memberi rasa keadilan bagi semua lapisan masyarakat.
Sejatinya para perokok bukanlah sekumpulan orang bebal yang tidak bisa diatur. Sebagian besar perokok menyadari bahwa rokok yang dikonsumsinya memiliki faktor risiko. Umumnya pula para perokok tidak keberatan jika penerapan KTR dilandasi itikad menciptakan kenyamanan bagi semua pihak.
Misalnya terjadi pelanggaran KTR, Satgas KTR yang sudah disiapkan menjalankan tugasnya dengan cara yang santun. Pelanggar KTR akan ditegur dan diarahkan ke tempat yang tepat, bukan melulu harus dikenai sanksi denda ataupun kurungan agar perokok jera. Itu kekeliruan yang kerap terjadi di daerah lainnya.
Rencananya tempat khusus merokok di kawasan wisata Malioboro akan disediakan di sisi Timur. Tempat tersebut dibuat tidak tertutup, dengan kata lain berhubungan langsung dengan udara terbuka. Tidak hanya itu, keberadaan tempat khusus merokok di Malioboro ini juga disediakan asbak besar. Tujuannya agar perokok juga teredukasi untuk tetap menjaga kebersihan.
Dengan adanya rencana baik tersebut, niscaya kesadaran perokok untuk berlaku santun akan senantiasa tergugah. Selain itu, dengan adanya tempat khusus merokok, aktivitas ekonomi masyarakat serta kegiatan wisata juga akan menjadi lebih nyaman.
Tidaklah salah alamat, jika kita para perokok santun ini mengapresiasi upaya pemerintah daerah Jogja dalam memaknai KTR. Terutama dalam upaya konkretnya mencipta rasa nyaman dan rasa dihargai di kawasan tanpa rokok. Jadi, tepat sudah langkah yang ditempuh pemerintah Jogja sejurus semboyannya; Jogja Berhati Nyaman.
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024