Press ESC to close

Pengobatan Alternatif yang Ditentang, Tapi Menjadi Andalan Rakyat

Ketika Presiden Joko Widodo memilih dr. Terawan Agus Putranto sebagai Menteri Kesehatan, ada banyak pihak yang menolak dan menentangnya. Maklum saja, dr Terawan dianggap memiliki rekam jejak yang kontroversial, dan pernah melanggar kode etik Ikatan Dokter Indonesia. Karena itulah, IDI menolak kebijakan presiden dan memintanya mempertimbangkan ulang keputusan tersebut.

Namun, pilihan memang telah jatuh pada dokter angkatan bersenjata yang kontroversial ini. Setelah dilantik, dr. Terawan menegaskan fokusnya adalah membenahi sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Walau kemudian, di awal perjalanannya sebagai menteri Ia kembali menghadirkan kontroversi lewat wacana dan usulannya agar dibuatkannya wisata pengobatan alternatif di Indonesia.

Ide ini, kemudian ditentang lantaran hal tersebut dianggap mengada-ada. Padahal, dalam konteks ini,  saya sepakat dengan ide tersebut. Pengobatan alternatif yang dimiliki Indonesia memang patut dibuat maju lewat pariwisata. Apalagi, keberadaan sosok legenda seperti Mak Erot telah menjadi bukti bahwa pengobatan alternatif menjadi salah satu tumpuan kesehatan rakyat.

Dunia kesehatan modern memang terlalu ‘kaku’ pada ilmu pengobatan tradisional yang telah mengakar pada masyarakat. Kerokan lah dibilang tidak sehat buat tubuh, padahal ya awam di masyarakat bahwa kerokan bisa mengusir masuk angin. Hanya karena tidak/belum ada penelitian tentang itu, anggapan buruk justru diberikan pada dunia pengobatan alternatif.

Baca Juga:  Menghisap Kretek di Luar Negeri

Untuk urusan tembakau, ada satu model pengobatan alternatif terkenal yang mampu mengobati penyakit berat seperti kanker. Pengobatan tradisional tersebut adalah pengobatan balur rokok yang ada di Semarang. Salah satu pasien yang berhasil sembuh adalah Farida, perempuan yang berhasil selamat walau telah divonis menderita kanker stadium IV yang ganas. Semua itu terjadi setelah Ia menjalankan terapi balur rokok yang dianjurkan oleh seorang temannya.

Secara medis, saya juga tidak mengerti bagaimana bisa rokok mengobati para pasien. Namun, legenda dan cerita sukses tentu tidak hadir dari isapan jempol belaka. Keberhasilan demi keberhasilan lah yang menempa cerita tersebut hingga bisa didengar banyak orang dan menjadi legenda.

Jika kemudian Menkes Terawan benar-benar hendak mewujudkan wisata pengobatan alternatif, saya kira selain Mak Erot, tentu klinik balur rokok di Semarang dan Malang patut dijadikan jagoan untuk rencana tersebut. Selain telah mengobati banyak pasien, hal ini juga menjadi bantahan bahwa rokok melulu merupakan faktor utama segala penyakit. Padahal ya tidak bisa begitu.

Baca Juga:  Melacak Jejak Cengkeh di Tanah Betawi

Sejarah mencatat kretek diciptakan Haji Djamhari untuk mengobati sesak nafasnya. Campuran irisan tembakau dan cengkeh yang dilinting dengan daun jagung kemudian meredakan sakitnya. Kretek dikenal sebagai rokok obat karena keberhasilannya. Kalau tidak berhasil ya kan tidak mungkin menjadi cerita yang dikenal banyak orang.

Kini, dr. Terawan menghadapi tantangan dari dunia kesehatan modern bahwa pengobatan tradisional tidak seburuk pemikiran mereka. Bahwa pengobatan tradisional harus bisa menjawab pertanyaan soal metode dan penyembuhan. Sama seperti kretek yang terus menjawab propaganda negatif dengan banyaknya orang tua yang tetap sehat walau merokok.