Press ESC to close

Para Pelopor Bisnis Kretek ini Dikenal Sebagai Aktivis Pada Masanya

Kesuksesan produk kretek di Indonesia tak dapat dilepaskan dari peran para pelaku usahanya. Tanpa para pengusaha yang ulet dan berdedikasi tentu produk kretek tidak dikenal sehebat sekarang. Jadi, melalui tulisan ini saya akan segarkan lagi ingatan Anda pada nama-nama pelopor bisnis kretek yang dikenal juga sebagai aktivis islam. Mereka yang pada masanya tercatat turut mempelopori perkembangan industri kretek.

Tentu saja jika merujuk keterangan dari museum kretek di Kudus serta beberapa referensi lainnya, nama yang paling dikenal adalah Nitisemito. Sehingga mendapat julukan sebagai Raja Kretek. Berdasar sumber sejarah lainnya, Nitisemoto dikenal juga sebagai peletak pertama manajemen modern pada industri kretek di Kudus.

Di Kudus pada kurun yang sama, akhir tahun 1930-an, terdapat lagi nama-nama pengusaha di bisnis kretek yang cukup populer juga, bukan hanya dikenal sebagai pengusaha. Tetapi juga dikenal memiliki pengaruh dalam gerakan keagamaan, terutama gerakan islam. Salah seorang di antaranya adalah aktivis Muhammadiyah Kudus, yakni H. Asikin.

Selain H. Asikin ada nama-nama pengusaha lokal lainnya yang turut menggerakkan perekonomian lewat komoditas kretek dan berhasil menopang gerakan-gerakan nasional. Berdasar sumber yang dikutip dari Lance Castles (1982), Margana (2014: 49), disebutkan ada beberapa tokoh perintis gerakan keagamaan yang berlatarbelakang pengusaha rokok kretek.

Di antaranya yang cukup berpengaruh adalah H.M. Abdul Kadir, seorang pengusaha rokok kretek di Kudus, beliau juga dikenal sebagai salah satu pendiri Muhammadiyah setempat. K.H. Asnawie, salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama, dikenal juga sebagai seorang pengusaha rokok kretek. Begitu juga Haji Djoevri, pemimpin Sarekat Islam lokal dikenal juga sebagai pengusaha rokok kretek.

Baca Juga:  4 Minuman Sebagai Teman Merokok

Tentu tak heran kalau kemudian Kudus menyandang sebutan Kota Kretek. Banyak pabrik kretek yang bertumbuh subur dan berkembang mendapatkan kejayaannya. Lain halnya di Yogyakarta, persisnya di Kampung Kauman, pada awal abad ke-20 telah berdiri sebuah pabrik rokok kretek di bawah holding company “Kaumansche Drukkerij” (perusahaan percetakan) milik Haji Fachrodin.

Satu merek rokok kretek produksi Kauman ini  dikenal “Tjap Merak” diketahui pada masa itu harga bandrolnya 5 cent berisi 15 batang (merujuk sumber iklan rokok kretek “Tjap Merak” di surat kabar Islam-Bergerak, 10 Juni 1917, h. 2).

Nah, jika ditilik dari nukilan data di atas, keberadaan industri kretek sejatinya dipelopori oleh para tokoh yang aktif dalam gerakan berbasis keagamaan. Mereka adalah para tokoh yang punya andil di masyarakat, terutama dalam mengangkat nilai-nilai keislaman pada masa itu. Selain pula dikenal sebagai pengusaha kretek yang sukses.

Namun jika kita tarik ke masa kini, menilik lagi berbagai isu hari ini terkait kontroversi rokok. Kretek yang diakui sebagai produk budaya bangsa dan memberi devisa besar bagi negara. Kerap kali menghadapi serangan isu miring yang dikait-kaitkan dengan paradigma agama. Misalnya saja soal isu filter rokok mengandung darah babi, yang bagi umat islam diyakini haram untuk dikonsumsi. Sampai pula munculnya fatwa haram terhadap rokok, yang dikeluarkan oleh pihak Muhammadiyah.

Baca Juga:  Apa Saja Kandungan dalam Rokok?

Sehingga membuat kita berpikir kritis untuk mengetahui adanya kepentingan lain  yang melatari munculnya isu negatif semacam itu. Poin  gampangnya begini, kalau memang rokok itu berstatus haram, tentu para pengusaha kretek yang umumnya dari kalangan aktivis islam pada masa itu tidak akan mau berbisnis produk tembakau. Bukan apa-apa, karena mereka tentu tidak ingin hidup dari sumber penghidupan yang berstatus haram.

Jika kita lontarkan pikiran kritis itu, tentu akan muncul alasan maupun dalil yang dijadikan sanggahan oleh pihak yang mengharamkan itu. Di antaranya dalil kesehatan. Namun tentu sudah bukan lagi rahasia lagi, kalau ada kepentingan lain di balik fatwa haram mengonsumsi produk tembakau. Kepentingan lain itulah yang saat ini tengah berusaha merebut pasar rokok di Indonesia. Dengan berbagai cara-cara yang sangat cerdik. Di antaranya dengan memanfaatkan ormas-ormas keagamaan untuk mempengaruhi publik agar kemudian beralih konsumsi.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah