Press ESC to close

Kopi dan Rokok, Monumen Historis yang Tak Lekang Dimangsa Zaman

Pasangan sejoli yang kerap saling mengilhami dalam keseharian saya adalah kopi dan rokok. Tidaklah berlebihan jika alpa salah satunya dari satu kesempatan, maka suasana pun terasa hambar jadinya. Sebagian orang menganggap ini mungkin sugesti belaka. Tidak keliru juga sih.

Kedua elemen penguat suasana itu sama-sama memiliki sejarah panjang dalam membentuk peradaban manusia. Sebut saja kopi, pada awalnya orang-orang Eropa memperlakukan kopi sebagai bahan medis yang memberikan efek positif buat tubuh. Harganya mahal.

Umumnya dikonsumsi masyarakat kelas atas. Pada 1650-an, ketika penjaja minuman lemon di Italia mengikutsertakan kopi sebagai barang jualannya, sementara kedai-kedai kopi di Inggris bermunculan, minuman ini mulai menemukan dimensi sosialnya; dikonsumsi sembari berbincang-bincang.

Begitupula rokok, produk berbahan baku tembakau ini sebermula hadir sebagai media penghantar ritus spritual masyarakat indian. Suku asli di Amerika. Kemudian tembakau berkembang menjadi sarana relaksasi dan medis.

Berdasar sumber yang ada, dua dari 64 varietas tembakau yang teridentifikasi di wilayah Amerika, Nicotiana rustica dan Nicotiana tabacum, sering dikonsumsi komunitas Indian. Jordan Goodman dalam Tobacco in History: The Cultures of Dependence, menyebut keduanya memiliki kandungan nikotin yang sangat tinggi dibandingkan varietas tembakau yang dipakai bangsa Eropa masa itu maupun sekarang.
Kalau di Indonesia, tentu kita mengenal varietas kemlokok yang juga digadang-gadang cikal bakal tembakau Srintil. Ini salah satu jenis tembakau yang masuk dalam piramida kebutuhan baku bagi industri rokok.

Baca Juga:  Harga Rokok Djarum Super adalah yang Paling Worth It

Namun di masa sekarang, kopi dan rokok selalu saja dikait-kaitkan dengan mitos kesehatan. Bahkan, rokok kerap dideskriditkan sebagai produk berbahaya dan biang segala penyakit. Padahal sejatinya unsur kafein dan nikotin sama-sama saling melengkapi, pula dibutuhkan oleh kerja metabolisme tubuh.

Namun tentu saja itu semua berpulang pada kesadaran kita dalam mengonsumsinya. Bahwa tidak ada produk konsumsi yang tidak memiliki faktor risiko. Dalam konteks ini saya sekadar mengigatkan lagi bahwa kopi dan rokok adalah dua produk konsumsi yang sama-sama memiliki ikatan sejarah panjang. Dengan kata lain, kopi dan rokok adalam monumen historis yang tak lekang dimangsa zaman.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah