Press ESC to close

Rokok Daging, Anasir Seksis dan Patriarkis dari Perokok

Sebagai masyarakat yang hidup dalam belenggu patriarki di Indonesia, tentu kita kerap kali mendengar candaan atau ejekan yang seksis. Mulai dari ada yang menonjol tapi bukan, hingga yang lain-lain seperti rokok daging. Perkara terakhir ini lah yang biasanya hadir dari para perokok.

Di tataran perokok sendiri ada beberapa jokes atau ejekan yang memang bernada seksis. Misalkan, mereka yang mengisap rokok dengan rasa mentol disebut sebagai pengisap rokok banci. Padahal, apa salahnya banci hingga harus diidentikan dengan rokok mentol.

Atau yang paling sering dan biasa dilakukan, dan mungkin yang paling parah, adalah ejekan kepada perempuan dengan menyebut mengisap rokok daging yang menidentikannya dengan penis bagi para perempuan. Ini bukanlah hal yang benar, dan tidak boleh kita para perokok benarkan.

Sebagian ejekan tentang rokok daging hadir tatkala ada perempuan yang tidak menyukai rokok atau asap rokok. Kadang, mulut kotor perokok tak bertanggung jawab justru mengejek mereka dengan kalimat seperti: “ngga demen rokok, tapi demen rokok daging kan?” Hal yang saya kira tidak tepat untuk menanggapi hal seperti itu.

Baca Juga:   3 langkah Menjadi Perokok Etis Yang Rahmatan Lil Alamin

Tahukah anda, jika kemudian ejekan rokok daging kepada mereka, para perempuan yang tidak suka rokok justru makin menajamkan stigma negatif pada perokok. Sudah dianggap buruk karena rokok dan aktivitas merokok, eh jadi makin jelek karena ejekan bernada seksisnya. Hal yang jelas merugikan bagi sebagian besar perokok santun di Indonesia.

Tidak hanya itu, pola pikir patriarkis macam begitu pun ditujukan kepada para perempuan yang juga merokok. Bayangkan, sesama perokok, tetapi tak bisa lepas dari cengkraman patriarki. Sungguh ironi dari masyarakat Indonesia.

Sebagian perokok lain menunjukkan sikap patriarkinya terhadap perempuan merokok dengan pernyataan sebaiknya mereka tidak merokok karena tidak baik untuk kesehatan. Haduh, ini sudah patriarki, akal sehatnya pun tak ada. Memangnya kalau anggapannya begitu, merokok jadi baik buat laki-laki? Kan tidak begitu juga.

Karena itulah kemudian cara pandang patriarki yang ada di dalam diri para perokok harus segera dibinasakan. Bahwa semua orang, semua perokok, semua masyarakat itu punya derajat yang sama. Tak ada yang lebih tinggi, tak ada yang lebih rendah. Maka dari itu, marilah kita mulai belajar untuk menghargai orang lain, dimulai dengan menghargai hak orang yang tidak merokok.

Baca Juga:  Rokok Kesehatan, Antara Mitos dan Fakta
Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit