Press ESC to close

Sejarah Djambu Bol, Milik Pribumi yang Gagal Bertahan

Kudus, sebagai salah satu sentra industri kretek di Indonesia memiliki banyak pabrik yang beroperasi di daerahnya. Ada banyak nama besar yang masih bertahan seperti Djarum, Sukun, dan Nojorono. Dan ada juga nama besar yang kini sudah tidak lagi beroperasi Djambu Bol, Bal Tiga, atau Goenoeng & Klapa.

Dari ketiga pabrik tersebut, ada satu perusahaan yang mampu bertahan hingga periode tahun 2000an, tapi tetap harus kukut dimakan bangkrut dan kerasnya persaingan. Adalah PT Djambu Bol yang masih mencoba bertahan, tapi akhirnya gagal.

Perusahaan rokok Djambu Bol didirikan oleh seorang warga Kudus bernama H Roesydi Ma’roef pada tahun 1937. Berbekal produksi rokok kobot yang memang menjadi primadona bagi masyarakat kala itu, pabrikan ini berhasil berkembang dan menjadi cukup besar. Sayangnya, masa baik itu tak bertahan lama seiring kedatangan Jepang ke Nusantara.

Di masa penjajahan Jepang, memang ada banyak pabrik rokok yang harus mengalami masa surut. Tjap Bal Tiga, perusahaan rokok paling besar saat itu pun harus mengalami masa sulit di periode ini. Begitu pun dengan Jambu Bol yang akhirnya menghentikan produksi tepat di tahun kedatangan Jepang, yakni tahun 1942.

Baca Juga:  Review Rokok Win Click Berry Capsule: SKM LTLN Berry Capsule Dengan Harga Ekonomis

Barulah setelah masa kemerdekaan, pabrik-pabrik rokok di Kudus mulai Kembali bergeliat. Hal ini juga coba dilakukan oleh Djambu Bol yang mencoba bangkit pada tahun 1949. Seiring berjalan waktu, mereka mulai Kembali menemukan masa bagusnya dan berhasil menguasai pasar rokok kretek di wilayah Sumatera terutama Lampung.

Namun, di masa yang sama, pabrik-pabrik rokok baru seperti Djarum (1951) dan Sukun (1950) muncul dan membawa persaingan baru. Bahkan dua nama tersebut justru menjadi salah dua perusahaan rokok terbesar di Kudus bahkan di Indonesia di masa mendatang. Sementara Djambu Bol makin sulit untuk bersaing.

Berdasar buku Religion, Politics and Economic Behavior in Java: The Kudus Cigarette Industry, Lance Castles menyebut jika faktor kuat penyebab kekalahan pengusaha-pengusaha pribumi dalam bisnis ini adalah manajemen. Itulah mengapa pabrikan-pabrikan yang dimiliki oleh pengusaha keturunan Tionghoa menjadi lebih sukses ketimbang pengusaha pribumi.

Meski begitu, Djambu Bol tetap berusaha bertahan hingga berhenti berproduksi pada tahun 2009. Hingga hari ini, Djambu Bol masih menyisakan perkara ketenagakerjaan karena kegagalan membayar karyawan. Di luar itu semua, nama perusahaan ini tetap menjadi rujukan bagi mereka yang belajar tentang industri kretek, terutama di Kudus.

Baca Juga:  Mengenal Tiga Tradisi di Kalangan Petani Tembakau
Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit