Lebaran adalah hari kemenangan bagi semua insan, tak terkecuali perokok. Merayakan hari kemenangan setelah menempuh proses ibadah di bulan Ramadan, membuat hati penempuhnya plong. Rasa plong ini lantaran telah melewati fase pendidikan dan pembuktian dalam hal mengontrol hawa nafsu.
Para perokok tidak merokok di siang hari saat berpuasa, menjadi salah satu bentuk pembuktian kita kepada dunia, bahwa rokok bukanlah sesuatu yang adiksi. Tak ada yang harus dibenci dari setiap pilihan konsumsi manusia. Intinya, memanusiakan manusia adalah sejatinya kemenangan.
Meskipun tahun ini tradisi mudik mengalami pembatasan lantaran sikon pandemi tak kunjung teratasi, jadikan itu sebagai ruang untuk merefleksikan diri. Kesempatan lebaran tahun ini, seperti juga tahun yang sudah-sudah, bukan hanya stok rokok yang mesti terjaga. Namun, stok kuota untuk melakukan silaturahmi virtual jangan sampai putus seyogyanya.
Saling mengabarkan, saling menyampaikan ucapan selamat hari lebaran. Itulah satu bentuk ikhtiar kita antar manusia dalam memaknai hari kemenangan. Idul Fitri sebagai hari yang berarti kembalinya ke fitrah diri, fitrah kita sebagai sejatinya manusia.
Apapun rencana dan harapan kita yang ditandai sejak awal tahun, misalnya yang kepingin melamar tapi terkendala pandemi, yang kepingin bekerja namun belum juga dapat panggilan, yang berharap sidang skripsi kok ya tersandung tuntutan revisi, iya lagi-lagi; man proposes God disposes.
Syukurnya, manusia Indonesia selalu dapat menemukan nilai kearifan dari semua peristiwa. Tak ada kejadian ataupun perbuatan yang tak bernilai hikmah. Berpikir positif, bahwa kita masih diberi kesempatan untuk membenahi hal-hal yang belum layak, sejatinya itu akan lebih melapangkan.
Hidup mesti diberi jeda untuk membaca lagi peta hidup, ada jeda waktu untuk kita menemukan lagi nikmatnya sebats. Begitupula dalam menyikapi lebaran yang terlarang untuk mudik, agar angka paparan covid tak meresahkan lagi. Sebats demi sebats, membuat perokok mendapatkan ruang untuk terus belajar.
Belajar saling menghargai satu sama lain, belajar memanfaatkan waktu lebih optimal, agar kita dapat menjadi entitas yang bukan sekadar. Di hari lebaran ini, mungkin masih banyak hal yang belum mampu kita tunaikan. Iya, tidak semua perkara harus kita selesaikan semuanya.
Boleh jadi kita memang perlu lebih mencintai hidup dengan sikap lebih sederhana. Bisa dengan cara menemui tetangga kamar jika kita anak kos-kosan, menyapa dan berbagi kenikmatan rokok yang kita punya.
Menyambangi Pos Satpam, bertukar cerita dan keceriaan tentang hidup yang renyah laksana rengginang dari kaleng Khong Guan. Tak perlu ada yang dirumit-rumitkan, tak perlu ada beban berlebih di kepala yang membuat kita lupa. Berbagi manfaat antar sesama, di situlah kita akan menemukan makna sejatinya kita makhluk sosial.
Pada paragraf terakhir ini, inti hikmat lebaran pada akhirnya bukan melulu ada pada banyaknya kue di meja. Bukan ada pada berlimpahnya opor ayam buat stok seminggu lebaran ataupula mudik bersuka ria dengan teman kecil.
Bukan tentang siapa lebih pantas memaafkan siapa, hari kemenangan menjadi titik terang kita untuk menambal yang bolong pada hakikat kemanusiaan yang mungkin selama ini terabaikan.
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024