Press ESC to close

Rokok Kesehatan, Antara Mitos dan Fakta

Rokok kesehatan menjadi satu tren yang belakangan tengah digemari banyak kalangan perokok. Mungkin bagi sebagian lainnya, rokok yang memanfaatkan narasi kesehatan hanyalah satu bagian dari siasat dagang belaka. Sehingga masih diragukan kebenarannya.

Apalagi sebagian besar masyarakat telah termakan kampanye kesehatan dari antirokok yang kerap menjelek-jelekkan rokok. Bukan hal baru jika kita gunakan kata kunci rokok di kolom pencarian google, akan muncul informasi-informasi negatif tentang rokok.

Di era post truth ini, perkara mitos dan fakta sudah menjadi kabur batasannya. Banyak hal menyangkut mitos dapat serta merta diamini publik lantaran dengan gencar dikampanyekan sebagai satu kebenaran, sehingga berhasil merebut wacana publik. Seperti halnya kampanye antirokok yang kerap mengait-ngaitkan rokok sebagai penyebab tunggal dari berbagai penyakit mengerikan.

Sementara hal-hal menyangkut fakta sejarah, misalnya terkait manfaat tembakau dan rempah berupa cengkeh yang ada pada produk kretek, semua orang masih meragukan kebenarannya.

Padahal, jika kita tilik sejarah kretek, diawali seorang Haji Djamhari yang menggunakan rokok berbahan baku tembakau dan cengkeh sebagai pereda asma yang dideritanya. Fakta sejarah ini tak semua orang meyakini kebenarannya. Terbuka ruang debat yang terus menimbulkan kontroversi untuk bicara soal rokok dan kesehatan.

Baca Juga:  Ini Merek Rokok Paling Laris Saat Ini

Namun, rokok kesehatan yang kini beredar dengan berbagai jenis mereknya, berangkat dari ramuan yang tak jauh berbeda dilakukan oleh Haji Djamhari. Yakni dengan bahan baku tembakau serta tambahan rempah lainnya, tidak hanya cengkeh, ada jinten, kapulaga, akar manis, adas, dan jenis rempah lainnya.

Bicara soal rokok dan kesehatan memang akan selalu menimbulkan kontroversi, tetapi jika kita tinjau manfaat dari keberadaan produk berbahan baku tembakau, mestinya kita juga harus mampu berpikir adil. Tidak sedikit orang yang mengakui khasiat dari produk yang memanfaatkan tren kesehatan di tengah kontroversi semacam itu.

Itu satu fakta yang bisa kita jadikan acuan, bahwa ketika konsumen rokok tengah berada pada titik jenuh akan kontroversi tersebut. Lantas serta merta mengambil jalan aman yakni dengan mengonsumsi rokok kesehatan, tak terkecuali pula produk rokok elektrik yang memainkan narasi kesehatan yang dikampanyekan lebih aman darai rokok.

Ketika masyarakat semakin kerap mendapat tekanan tentang bahaya rokok. Terlebih jika tekanan itu datangnya dari lingkungan terdekat. Produk yang memanfaatkan narasi kesehatan berhasil merebut perhatian pasar.

Baca Juga:  3 Tempat Yang Gak Banget Buat Merokok

Alih-alih ingin tetap mendapatkan kenikmatan dari rokok dan tetap merasa aman. Maka, produk rokok yang memanfaatkan tren kesehatan, pula mendapatkan konteks pasarnya. Masyarakat kita memang masayarakat yang fleksibel, enggan dipusingkan dengan hal-hal yang merepotkan pikiran. Sejauh rokok dapat memberi efek relaksasi, iya itu pilihan reaaistis untuk dikonsumsi.

Padahal, jika kita mau objektif memandang aspek risiko dari produk konsumsi apapun itu, tidak ada yang bisa dikatakan tidak berisiko. Meski produk tersebut memanfaatkan narasi kesehatan untuk membuat pasar menemukan jalan amannya. Sebagai konsumen, tentu kita tahu batas aman dari apa yang kita konsumsi. Itu sudah.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah