Berpuasa bagi para perokok tentu tak hanya sekadar menahan nafsu makan dan nafsu minum. Ada sekian nafsu lainnya yang harus dikontrol alias ditundukkan. Tidak banyak orang yang paham bagaimana perokok dapat menahan nafsu merokok di bulan puasa. Hal ini memang tak selalu dipahami sama.
Sebagian besar masyarakat tak dipungkiri kerap mengamini bahwa rokok itu sesuatu yang adiktif. Sehingga banyak yang tidak habis pikir bagaimana perokok mampu menundukkan nafsu merokok saat berpuasa.
Di sinilah titik penting untuk memahami bahwa sejatinya aktivitas merokok itu bukanlah sesuatu yang adiktif. Hubungan perokok dan rokok hanyalah perkara kebiasaan saja. Istilah kebiasaan yang dimaksud lebih kepada perbuatan yang berkaitan dengan habituasi. Dengan kata lain, rokok itu bukanlah produk yang memberi efek adiksi.
Kegiataan merokok bisa dihentikan kapanpun perokok inginkan. Tidak serumit seperti yang dikampanyekan dari sisi narasi kesehatan. Contohnya saat mengantuk dan tubuh butuh istirahat, perokok mampu berhenti merokok lalu beranjak tidur. Sekurang-kurangnya 7 sampai 8 jam tidur, perokok berhenti dari aktivitas ngebulnya.
Itu satu contoh mudah yang sering dipraktekkan banyak perokok. Termasuk halnya saat melakukan pekerjaan yang rentan terkena percikan bara rokok. Perokok dapat berkonsentrasi menyelesaikan pekerjaannya tidak sambil merokok, misalnya saja perokok yang bekerja sebagai petugas SPBU.
Perihal berhenti merokok ataupula berpuasa dari rokok, iya intinya kembali kepada niat dan tujuan individunya. Ketika niat sudah kuat, otomatis pikiran akan tersugesti untuk meluluskan tujuan dari niat tersebut.
Lalu bagaimana manajerial perokok dalam hal merokok di bulan puasa seperti sekarang? Jadi, begini. Saat menjalani puasa, katakanlah di mulai dari sahur. Strategi yang paling umum dipakai adalah strategi 1-2-1. Arti dari hitungan ini adalah, satu batang setelah buka puasa, dua batang sehabis tarawih, satu batang setelah makan sahur.
Siasat pengaturan konsumsi rokok semacam ini tentu saja bukanlah hal baru di banyak kalangan. Jika praktiknya dilakukan secara konsisten, tentu hanya empat batang rokok saja dalam sehari yang diisap. Bisa dikatakan lebih hemat dong jika dibanding biasanya di luar ramadan yang menghabiskan sebungkus sehari. Messki praktiknya tak selalu berbanding lurus demikian. Sebab hidup ini dinamis, adakalanya perokok pun secara sukarela harus merelakan rokoknya menjadi bancakan di lingkung sepergaulannya.
Namun, tidak dipungkiri juga, ada perokok yang menggunakan siasat hitungan berbeda dari manajerial 1-2-1. Yaitu strategi 2-2-2, terus terang, strategi ini termasuk yang tak jarang saya sendiri mempraktikannya.
Tentu strategi 2-2-2 ini tak berarti lebih boros dibanding yang menerapkan strategi 4 batang sehari. Katakanlah, saya menyetok rokok enam batang sehari di bulan ramadan, tanpa harus nongkrong dengan sesama. Iya enam batang sehari itu bisa dikatakan lebih irit dibanding pengeluaran biasanya yang bisa habis sebungkus lebih.
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024
Leave a Reply