Press ESC to close

Museum Kretek, Situs Sejarah Budaya Kudus

Sejarah kretek selalu melekat dan indentik pada Kota Kudus. Didasari ungkapan rasa dan kepedulian akan keberlanjutan produk budaya itulah, maka Museum Kretek di Kudus dibangun. Tepatnya pada tanggal 3 Oktober 1986. Diprakarsai oleh Gubernur Jawa Tengah pada masa itu, Soepardjo Roestam.

Dari dahulu hingga sekarang, kretek telah membantu perekonomian dan pembangunan Kudus. Bahkan, lebih luasnya lagi bagi negara Indonesia yang nilainya tidak sedikit. Kelangsungan ekonomi masyarakat dari sektor kretek menyimpan beragam kronik sejarah yang layak diabadikan sebagai suatu kebanggan. Bahkan, jauh sebelum kretek diproduksi secara industrial. Produk kretek menjadi ikon kota di Jawa Tengah tersebut, menjadi simbol perekat sosial antar lapisan masyarakat.

Tidaklah berlebihan jika kemudian, salah satu simbol identitas bangsa ini harus dilestarikan sebagai satu ungkapan mendalam atas rasa terimakasih dan kepedulian masyarakat terhadap produk budaya yang telah memberi nilai kehidupan dari masa ke masa.

Museum Kretek menjadi situs pelestarian yang menyimpan beragam bentuk dokumentasi dari perkembangan kretek di Kudus dan Nusantara. Terdapat ribuan koleksi mengenai kronik sejarah kretek di museum tersebut.

Beberapa waktu lalu, Pemerintah Kabupaten Kudus dengan penuh dedikasi, telah melakukan kajian terhadap 30 benda koleksi Museum Kretek. Benda-benda tersebut antara lain seperti cacak tembakau, mesin linting, botol-botol saus, dan gilingan tembakau.

Tujuan dari program kajian ulang benda-benda tersebut, sejatinya agar literasi dan nilai historis dari berbagai alat produksi kretek bisa terus diperbaharui, sejurus itu diharapkan dapat bermanfaat bagi pendidikan di Indonesia.

Mengingat lagi, komoditas Industri Hasil Tembakau (IHT) bernama kretek ini merupakan salah satu komoditas paling penting dalam mengangkat nama Kudus. Sehingga menjadi ikon daerah yang terus melekat, maka proses kajian benda peninggalan sejarah tersebut dinilai sangat penting.

Baca Juga:  Sejarah Dji Sam Soe, Kenapa Menggunakan Simbol 234?

Ada yang perlu diingat pula, bahwa sebetulnya pelestarikan Museum Kretek tidak hanya sekadar berhenti pada satu entitas saja, yang dalam hal ini Pemerintah. Diperlukan kepedulian banyak pihak untuk menjaga marwah budaya Indonesia, yang dari situlah dunia akan memaknainya sebagai sebuah legacy.

Tentu saja, kita sebagai penikmat kretek mempunyai tanggungjawab yang sama dengan pihak otoritas, walaupun pengejawantahannya berbeda dari yang pemerintah lakukan.

Salah duanya, dengan senantiasa menjadikan kretek sebagai bagian dari keseharian dalam upaya mengikat nilai-nilai sosial. Bukan menjadikannya produk yang dipertentangkan, sehingga menjadi pemecah keberpihakan. Tak ada salahnya aktivitas kita dengan kretek diangkat menjadi postingan di Medsos, dengan itikad bahwa kretek dan keberadaan museumnya merupakan simpul legacy dari kearifan leluhur Indonesia.

Sangatlah disayangkan, jika Museum Kretek tersebut lambat laun dibiarkan memudar, sepi pengunjung. Minimnya animo untuk bersilaturahmi menilik situ budaya kretek tersebut, boleh jadi akibat susutnya rasa kebanggaan masyarakat tehadap kretek.

Museum Kretek Kudus
Museum kretek Kudus menjadi tempat wisata alternatif bagi masyarakat sekitar kota Kudus

Jika kita mau telusuri, tidak sedikit unsur-unsur pendukung dari kronik sejarah-budaya kretek yang masih terabaikan. Ini tentu perlu proses kajian lebih lanjut. Baik itu unsur alat produksi yang sudah tergantikan oleh semangat modernisasi industri, unsur ikatan simbolik dari daerah-daerah yang dihidupi oleh sektor kretek.

Misalnya, terkait kontribusi industri kretek bagi kelangsungan fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan ataupula balai penelitian, dunia olah raga dan seni-budaya. Katakanlah, ada suatu etalase khusus berisi esai foto yang menyoroti alur  DBHCHT yang bersifat informatif.

Upaya ini dapat dijadikan satu penegas bahwa produk budaya kretek, tidak hanya berfokus pada rokok ataupula tata laku produksinya semata. Tidak hanya membingkai sosok-sosok perintis dan citra visual dari kenangan yang sudah-sudah, melainkan pula menjadi upaya pengingat bagi generasi kini maupun kelak, akan adanya andil produk budaya kretek terhadap kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Baca Juga:  Ini Rahasia Rokok Sukun Bisa Bertahan Hingga Sekarang

Sebagaimana kita tahu, betapa masifnya kampanye antitembakau di Indonesia dalam upaya mendelegitimasi sektor strategis kretek. Sehingga terasa ada upaya memudarkan nilai dignity ataupula kebanggan masyarakat terhadap produk tembakau khas Indonesia ini.

Bukan hanya itu, Industri Hasil Tembakau di Indonesia ini bukan semata-mata hadir mengejar target perekonomian suatu masyarakat. Bukankah Haji Djamhari meracik tembakau dan cengkeh untuk tujuan pengobatan? Ada aspek medis di sistem pengetahuan kretek.

Kalau mau pakai pengandaian, katakanlah sebuah karya sastra berupa novel, di dalamnya terkandung aspek-aspek intrinsik sehingga produk tersebut tak sebatas produk bacaan saja. Tak semata-mata ‘tempat’ yang merelokasi memori pekaryanya, melainkan pula memberi nilai pengayaan bagi laku hidup masyarakat.

Dalam konteks ini, sekali lagi tentu saja upaya ini akan menuntut keberpihakan entitas yang lebih luas dan keseriusan lebih. Artinya, keberadaan museum tak sebatas menjadi tempat pengarsipan benda-benda lawas semata. Tetapi dapat diperkuat sebagai situs yang memiliki nilai strategis bagi dunia pendidikan dan kebudayaan yang berkelanjutan di negeri ini.

Lebih jauh dari itu, alangkah membanggakan lagi, jika tiap daerah yang terkait dengan industri kretek, turut pula membangun satu situs budaya yang memiliki semangat sama dengan museum kretek di Kudus.

Bagas Nurkusuma Aji

Bagas Nurkusuma Aji

Videografer di Komunitas Kretek. Lahir dan besar di Turi, Sleman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *