Search
momen merokok

Ruang Khusus Merokok di Kantor Pemerintahan

Sedikit orang terutama pejabat publik mau bersikap akomodatif terkait penyediaan ruang khusus merokok. Terlebih untuk di area pemerintahan. Adalah dokter Maxi. Ia seorang Kepala Dinas Kesehatan di Kabupaten Subang. Keinginannya menciptakan rasa adil bagi semua pihak melalui penyediaan ruang merokok patutlah diapresiasi.

Sebagai perokok, saya dan umumnya masyarakat tentu menginginkan kehidupan bermasyarakat yang saling pengertian satu sama lain. Di dalam konteks ini, rokok sebagai produk konsumsi legal sepatutnya dipandang setara dengan produk konsumsi lainnya. Terutama bagi konsumennya, yang secara konstitusi dijamin oleh Undang-undang Konsumen No.8 tahun 1999.

Namun, tidak sedikit masyarakat yang  belum atau mungkin pula masa bodoh akan asas tersebut. Rokok kerap menyandang stigma negatif dan dicap biang kerok atas problem kesehatan. Bahkan, orang yang merokok kerap pula dicap sebagai pesakitan.

Tidak jarang, pejabat publik yang saking ingin mendapatkan citra hebat dalam menjunjung kesehatan, sampai-sampai memberi ancaman serius terhadap jajarannya yang merokok. Seperti yang pernah terjadi di Pontianak, ancaman dipecat dari pekerjaan menjadi derita baru bagi PNS di Pontianak.

Bahkan, Kementerian Kesehatan turut pula memberlakukan syarat tidak merokok bagi siapapun warga negara yang ingin mendaftar ikut seleksi CPNS. Syarat semacam ini jelas-jelas bentuk diskriminasi. Mengangkangi asas kemanusiaan.

Konteks ini terjadi tepatnya Pada 2018 yang lalu, pada musim penerimaan calon aparatur sipil negara. Ditegaskan oleh dr. Untung Suseno Sutarjo, Ketua Tim Pengadaan CPNS Kemenkes 2018, menyimpulkan bahwa aktivitas merokok bukanlah contoh baik dari seorang petugas kesehatan.

“Orang kesehatan harus dapat memberikan contoh hidup sehat,” katanya. Dokter cum pejabat publik ini jelas berkesimpulan, bahwa perokok sudah pasti menjalani pola hidup yang tidak sehat. Super ngawur betul logika orang yang digunakan,cara berpikir yang berpotensi menyesatkan masyarakat. Ya sebagaimana kita tahu, doktrin dunia kesehatan akan selalu negatif menilai rokok. Tak terkecuali dokter Maxi sekalipun.

Baca Juga:  Nikotin Dibenci dan Dipuja, Politik Dagang Farmasi Semakin Nyata

Hanya yang jauh lebih patut diapresiasi terkait keinginannya dalam mendorong fasilitas ruang khusus merokok di area pemerintahan. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang ini menegaskan, untuk di tiap kantor pemerintahan dan pelayanan publik perlu disiapkan area merokok.

Sebangun dengan argumentasi Kadinkes Subang, bahwa dengan disediakan ruang untuk merokok, diharapkan tidak ada pegawai pemerintahan yang merokok berlaku sembarangan. Artinya, jika ASN dapat merokok sesuai pada tempatnya maka itu akan menjadi teladan bagi masyarakat untuk juga tidak berlaku sembarangan.

Logika keteladanan semacam inilah yang mestinya dipahami oleh para pejabat dalam memposisikan rokok. Bukan lantas mengebiri hak konsumen rokok, terlepas itu aparatur ataupula masyarakat umum, semua setara di mata hukum. Sekali lagi, asas hukum yang mengikat dan menjamin perlindungan melalui UU Konsumen.

Dinas Kesehatan Kabupaten Subang belakangan ini tengah gencar melakukan sosialisasi tentang bahaya rokok. Menurut sumber berita yang ada, sosialisasi tersebut berasal dari DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Iya, lagi-lagi, duit cukai yang berasal dari perokok dipakai untuk menakut-nakuti masyarakat dengan dalih kesehatan. Inilah ironi yang dari waktu ke waktu terus membunyi di masyarakat.

Pihak kesehatan maupun kalangan antirokok, tak kenal berhenti dalam mendiskreditkan rokok. Bahkan, secara terang-terangan mereka menyatakan bermusuhan dengan produk berbasis tembakau. Di semua daerah di Indonesia, perokok seperti dicoreng dari ruang bersama.

Baca Juga:  Review Rokok Twizz: SKM LTLN Capsule Kolaborasi HM Sampoerna dan PJSP

Lucunya tuh di sini, dalam konteks kampanye kesehatan terkait bahya rokok kan dapat duitnya dari sektor rokok tapi kok ya kegiatannya berisi menjelek-jelekkan rokok dan perokok. Absurd kan tuh. Namun, jika kita tilik dari keinginan Kadinkes Subang, itikadnya sudah cukup akomodatif. Iya pejabat publik yang satu ini anomaly dari sekian pejabat kesehatan lainnya yang memandang hak perokok tidak penting diakomodasi.

Dari sisi ini kita dapat menarik kesimpulan, bahwa sejatinya ketersediaan ruang ataupun area merokok, merupakan fasilitas yang penting bagi terciptanya iklim berdemekorasi yang waras di masyarakat. Mengingat pula, penyediaan smooking room merupakan amanat konstitusi. Tidak boleh dianggap sepele dalam upaya mencipta rasa adil bagi semua golongan.

Dengan penyediaan ruang tersebut, pemerintah maupun para pihak yang bertanggung jawab telah mewujudkan aspek inklusif melalui fasilitas ruang yang manusiawi bagi perokok. Sehingga diharapkan, masyarakat perokok seperti saya, senantias merasaa mendapatkan hak yang setara.

Di lain sisi, masyarakat yang bukan perokok pun merasa mendapatkan haknya untuk dilindungi dari paparan asp rokok. Akhir kata, semoga yang didorong oleh Kadinkes Subang terkait area merokok, dapat terlaksana dengan baik seturut yang diamanatkan konstitusi dan dapat menginspirasi banyak pihak.