Search

Tembakau, Emas Hijau yang Tak Dimuliakan

Julukan emas hijau untuk tembakau sejatinya memiliki latar historis seperti julukan Indonesia yang dikenal juga sebagai zamrud katulistiwa. Kenapa disebut emas? Salah satu faktanya adalah unsur aurum yang terdapat dalam nikotin tembakau. Wanda Hamilton pada buku Nicotine War menjelaskan fakta ini lebih dalam. Tak pelak banyak kepentingan yang memperebutkan emas hijau ini, di antaranya adalah industri farmasi.

Berbagai literatur dan penemuan telah membuktikan bahwa emas adalah logam mulia yang mempunyai daya magis yang luar biasa, magis yang dapat memberi daya tarik bagi manusia untuk mendapatkannya. Tak pelak mineral aurum pada nikotin ini pula yang bagi dunia medis modern dibutuhkan untuk pengobatan kanker berbasis nanopartikel.

Namun fakta mengenai manfaat yang terkandung pada nikotin ini tidak semua memahaminya. Terlebih masyarakat awam yang terus dicekoki kampanye kesehatan yang melulu mendiskreditkan produk olahan tembakau berupa rokok. Padahal para ilmuwan dan peneliti asing telah sejak dulu banyak menghasilkan jurnal penelitian yang menjelaskan manfaat ajaib pada tembakau bagi kesehatan.

Belakangan mahasiswa dan peneliti dari Universitas Jember pun meluncurkan jurnal terkait perluasan manfaat tembakau ke dalam produk lain selain untuk rokok, termasuk pula shampo yang berbahan baku tembakau yang dilakukan oleh mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Dari sisi ini tidak terlalu mengemuka komentar antek-antek antitembakau di jagat media sosial, apa sebab? Karena tujuan rezim antitembakau salah satunya adalah mengalihkan pemanfaatan tembakau pada rokok.

Baca Juga:  Karena Perokok adalah Orang-orang Asik

Tembakau dan rokok kerap menjadi kontroversi di berbagai pemberitaan media. Masyarakat dijejali bandang informasi yang tak berimbang dari keunggulan komoditas yang telah memberi devisa besar bagi negara ini. Unsur mineral mulia (aurum) pada tembakau kerap ditutup-tutupi ketika itu berkaitan dengan rokok, dengan berbagai klaim pembenaran yang berujung pada: rokok membunuhmu.

Sebetulnya produk turunan yang berbasis pemanfaatan tembakau sudah sejak lama diproduksi oleh industri kesehatan maupun industri kecantikan. Selain berbasis dalil NRT (Nicotine Replacement Therapy), paradoks yang dicuatkan kepada khalayak global adalah kesan “memuliakan kesehatan” itu loh, yang kepentingan di baliknya justru bertujuan memonopoli paten dan perdagangan nikotin.

Emas hijau sejatinya merupakan komoditas yang sejak masa silam dimuliakan sebagai bagian dari kebutuhan spiritual masyarakat adat juga untuk pengobatan. Celakanya, di abad yang menjunjung logika kesehatan modern ini, pemuliaan terhadap tembakau justru mengarah pada kepentingan “kampanye kesehatan”, dalil yang kerap digunakan rezim kesehatan.

Di Indonesia bentuk pemuliaan terhadap produk olahan tembakau justru dicap sebagai ancaman. Kretek yang berbahan baku tembakau dan cengkeh, yang merupakan bukti kejeniusan masyarakat lokal berangsur tersingkirkan. Pabrik kretek rumahan terjegal oleh muatan regulasi yang tidak berpihak terhadap sektor industri kecil menengah tersebut.

Baca Juga:  Bungkus Rokok, Narkoba dan Menteri Sosial

Alih-alih pembatasan justru berujung penumpasan. Hal yang mulia pada emas hijau atas pemanfaatannya seakan dikaburkan dari posisinya sebagai komoditas strategis. Komoditas yang mampu mengangkat kesejahteraan serta martabat bangsa.