Search
RPP Kesehatan

Mengenal Kawasan Tanpa Rokok

Kawasan tanpa rokok adalah istilah yang kerap didengar perokok ketika berada di tempat umum. Misalkan di Malioboro, yang kini menerapkan sanksi ‘sosial’ dengan mengumbar foto orang yang merokok di sana, terpampang papan besar yang menyatakan bahwa tempat ini adalah kasawan tanpa rokok. Pertanyaannya, ini kawasan apa sih?

Kawasan tanpa rokok alias KTR adalah area atau ruang yang dinyatakan dilarang untuk aktivitas merokok. Selain itu, di kawasan ini, aktivitas kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau juga dilarang. Pengertian ini bisa kita dapatkan dari penjelasan di Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Pertanyaan selanjutnya, apa saja sih tempat yang dimaksud sebagai KTR Ini? Berdasar regulasi, ada 7 areal yang masuk dalam kategori kawasan tersebut, yakni;

  1. fasilitas pelayanan kesehatan;
  2. tempat proses belajar mengajar;
  3. tempat anak bermain;
  4. tempat ibadah;
  5. angkutan umum;
  6. tempat kerja; dan
  7. tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.

Maka, segala aktivitas merokok atau yang dilarang di KTR tidak boleh dilakukan oleh masyarakat. Jika kemudian dilakukan, maka akan ada sanksi yang bisa dikenakan. Apa sanksinya, bergantung pada Perda KTR yang berlaku di setiap daerah.

Lantas, jika seluruh tempat umum disebut sebagai KTR, di mana kita bisa merokok? Tenang, berdasar UU Kesehatan, terdapat amanat regulasi yang mewajibkan tempat kerja dan tempat umum lainnya untuk menyediakan ruang khusus merokok. Hal ini diperlukan untuk juga menjamin hak bagi perokok. Serta menunjukkan jika aturan ini tidaklah diskriminatif sebagaimana menjadi dasar dari setiap regulasi.

Baca Juga:  Ruang Merokok di Gerbong Kereta, Mungkinkah?

Meski kemudian, kewajiban untuk menyediakan ruang merokok di tempat kerja dan tempat umum lainnya ini belum bisa diwujudkan oleh pemerintah daerah, serta pengelola kedua tempat tersebut. Satu lagi hal yang patut disayangkan, tidak ada juga sanksi bagi pengelola tempat kerja dan tempat umum yang tidak menyediakan area merokok. Pun tak ada sanksi bagi pemerintah daerah.

Padahal, jika mau mengacu pada pertimbangan pembuatan UU 36 tahun 2009, prinsip non-diskriminatif menjadi poin penting yang diutamakan dalam aturan ini. Sayang, segala aturan turunan dari pasal pengamanan produk tembakau di UU ini justru diskriminatif, sejak PP hingga Peraturan Daerah. Bahkan amanat MK yang menyatakan Ruang merokok itu wajib bukan hanya bisa disediakan atau tidak pun tak dipatuhi.

Pada dasarnya, regulasi tentang KTR ini memang menjadi aturan baku dalam upaya pengendalian rokok. Dimana, kawasan ini menjadi poin penting untuk membatasi aktivitas merokok masyarakat. Sepanjang aktivitas merokok bisa dibatasi, terutama di tempat umum, maka pemerintah membayangkan aktivitas merokok masyarakat akan berkurang.

Baca Juga:  BPJS, Rokok, dan Negara yang Lepas Tangan

Sayangnya, aktivitas merokok ini bukanlah sesuatu yang bisa dikekang oleh negara. Mereka bisa membatasi area dimana orang bisa merokok, tetapi tidak bisa membatasi aktivitas merokok seseorang karena itu adalah hak personal seseorang. Kemudian, karena tidak mau kecolongan lagi, maka keberadaan area merokok dibuat ala kadarnya jika tidak mau disebut sulit sekali ditemukan.

Hal tersebut, sulitnya menemukan ketersediaan ruang merokok, serta tidak layaknya ruang tersebut jika disediakan, yang membuat sebagian perokok hingga hari ini masih melanggar aturan tentang kawasan tanpa rokok. Padahal, jika ruang merokok disediakan dengan layak, orang-orang bakal memilih untuk merokok di sana. Jika regulasi diterapkan dengan prinsip non-diskriminatif, saya yakin tak bakal ada orang yang terlanggar haknya. Baik perokok maupun yang tidak merokok.

Aditia Purnomo