Press ESC to close

Revisi PP 109/2012 dan Onani Politik Kelompok Antirokok

Salah satu regulasi yang menjadi dasar dari kebijakan tentang rokok di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Produk Tembakau. Regulasi ini merupakan turunan dari UU Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 yang juga membahas pengamanan produk tembakau. Dan kini, karena tak sempurna, PP tersebut terus didorong kelompok antirokok untuk direvisi.

PP 109/2012 ini memang memiliki banyak kekurangan. Masih teringat dalam memori kolektif Komunitas Kretek jika regulasi ini diketok secara tiba-tiba di masa libur natal dan tahun baru. Saat itu, Presiden Susilo Bambang Yudhono secara sepihak mengesahkan aturan ini, meski telah ditolak puluhan ribu petani tembakau dan stakeholder lainnya dengan aksi massa di Jakarta.

Namun, namanya politik, segala pernyataan bahwa mereka mendengarkan aspirasi kami hanyalah omong kosong. PP 109 telah disahkan, dan stakeholder kretek banyak yang dirugikan.

Kini, hampir 10 tahun setelah regulasi itu disahkan, kelompok antirokok mendorong pemerintah untuk merevisi PP 109 karena beragam alasan. Menurut mereka, aturan yang telah mematikan setengah populasi pabrik rokok sejak aturan itu berlaku hingga sekarang masih tumpul. Butuh yang lebih tajam, lebih membunuh.

Dalam sebuah kolom, Tulus Abadi, salah satu panglima abadi antirokok, menyatakan jika kondisi Indonesia terkait rokok ini sangat mengkhawatirkan. Dengan melebih-lebihkan jumlah perokok yang mencapai sekitar 70 juta orang, seakan hal itu adalah bahaya besar bagi kita semua. Dengan hiperbola juga, menyatakan kalau iklan rokok menjelma dimana-mana.

Perlu diketahui, iklan adalah salah satu alasan kelompok antirokok untuk mendorong revisi PP 109/2012. Katanya, meski sudah dibatasi, iklan rokok tetap membahayakan generasi muda. Katanya juga, iklan di internet kini sangat masif. Karena itu, revisi perlu dilakukan.

Baca Juga:  Ruang Merokok, Mungkinkah?

Mohon maaf sebelumnya, saat ini memang belum ada regulasi yang mengatur soal iklan di internet. Toh jangankan iklan rokok, iklan minuman keras atau perjudian duniawi saja masih banyak bertebaran. Malah, kayaknya iklan judi ini jauh lebih banyak dan mengerikan di internet. Karena itu, jika memang mau diatur, sebaiknya dibuat dulu aturan terkait iklan di internet ketimbang merevisi PP 109/2012.

Kemudian soal tumpulnya implementasi peringatan kesehatan bergambar di bungkus rokok dan kawasan tanpa rokok. Aduh gimana ya, dua perkara ini kan menjadi masterpiece dari kelompok antirokok. Masa kalau implementasinya tumpul, situ juga yang komplain. Harusnya sejak dulu kalian berpikir, jika tanpa kesiapan, aturan soal KTR ini memang ngga bakal efektif untuk masyarakat.

Untuk perkara gambar seram ini mau dibuat seperti apa pun tidak akan mempan buat perokok. Lah sekarang orang-orang banyak beli ketengan, banyak beli tingwe-an. Kalau pun beli bungkusan, sudah masa bodo dengan gambar seramnya. Yang penting bisa sebats, sans, dan enjoy.

Kalau soal mandulnya implementasi KTR, itu tidak bisa kemudian diartikan PP 109 harus direvisi. Kalau memang daerah belum siap sarana dan prasarana untuk itu, lebih baik ditunda dulu. Dipersiakan dengan lebih matang. Ingat, mandulnya implementasi KTR itu terjadi karena antirokok selalu memaksa Perda KTR dibuat, tapi ternyata memang daerahnya belum siap.

Baca Juga:  Yogya Butuh Ruang Merokok, Bukan Kampanye

Lagipula, kalau disebut PP 109/2012 ini banyak kurangnya, harusnya kami para stakeholder yang bilang begitu. Apalagi kalau mau dibaca lebih dalam, regulasi ini isinya jelas menyusahkan stakeholder. Aturan sanksi cuma dibuat untuk perokok/pedagang yang melanggar KTR, giliran ada pengelola tempat umum tidak menyediakan ruang merokok, lupa deh kalau itu adalah hal wajib.

Terus, yang lebih konyol lagi, antirokok ini kasih penjelasan kalau revisi PP 109 itu tidak berbahaya buat petani tembakau. Mending coba lihat dulu apa dampak regulasi ini buat petani. Memangnya harga anjlok atau panen tidak terbeli itu terjadi karena apa? Ya (salah satunya) karena PP 109/2012.

Jadi, ketimbang melulu berhasrat menuntaskan onani politik kalian, lebih baik kelompok antirokok ini dorong pemerintah untuk meningkatkan implementasi aturan. Bukan malah revisi atau bikin aturan baru lagi. Yang lama saja belum bisa diimplementasikan, malah buat baru lagi. Nanti kalau gagal dan terus mandul, lalu mau revisi atau bikin baru lagi? Begitu terus sampai kiamat kubro.

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit