Press ESC to close

Harga Rokok di Indonesia Itu Mahal!

Kalau ada yang bilang Indonesia surganya perokok karena harga rokok di sini murah, ngawur itu. Harga rokok di Indonesia mahal! Bahkan jika dibandingkan dengan negara lain, perkara harga produk olahan tembakau yang satu ini tergolong salah satu yang paling tinggi di dunia.

Staf Khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo pernah mengatakan hal senada. Menurutnya, rokok di Indonesia lebih mahal dibandingkan beberapa negara, seperti Jepang, Korea, Tiongkok, Hong Kong, Australia, Singapura, atau Malaysia. Australia yang kerap disebut memiliki harga rokok paling mahal, masih dibilang lebih murah dari Indonesia.

Pernyataan tersebut diutarakan oleh Yustinus Prastowo saat ia masih menjabat Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), tepatnya 3 tahun silam. Meski begitu, jika melihat kondisi hari ini, maka harga di Indonesia menjadi semakin tergolong mahal mengingat kenaikan tarif cukai dan harga jual eceran yang eksesif dalam dua tahun terakhir. Belum lagi ditambah variabel krisis ekonomi dan segala efek dominonya. Karena itulah, pernyataan Plt. Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Kartini Rustandi tentang harga rokok perlu dikoreksi.

“Buat kami harga rokok masih dirasakan cukup murah, karena polanya dibeli batangan,” katanya.

Ini mengherankan. Tidak diketahui apa landasan pernyataan itu. Jelas tidak terukur. Cukai sudah naik berkali-kali, masih bilang murah. Jangan-jangan indikator yang dipakai adalah kemampuan finansialnya sendiri. Ya, wajar saja. Orang gedong memang tidak terlatih merasakan kesulitan hidup akar rumput.

Baca Juga:  Cukai Rokok 2023 dan 2024 Naik 10 Persen, Dosa Sri Mulyani Abadi

Tak hanya beliau, ada banyak kelompok antirokok yang menganggap rokok di Indonesia masih murah. Karena itu harus diperketat dan dipersulit terutama untuk pengendalian rokoknya. Ya memang seperti itu cara kerja mereka. Namanya juga anti.

Begini, jika mengacu pada nominal, mungkin harga rokok di Indonesia tergolong murah. Lha, sudah jelas, nilai tukar rupiah selalu inferior di hadapan mata uang asing. Rokok (jenis Marlboro 20 batang) di Australia dibandrol seharga US$ 25,81 atau sekitar Rp 367.974 (kurs US$ 1 = Rp 14.257). Di sini harganya sudah lebih dari 30 ribu rupiah. Kalau disamakan kursnya, ya jelas lebih mahal Australia. Namun, jika kita menghitung secara rasio pendapatan, harga rokok di Indonesia terhitung lebih mahal ketimbang negara lain.

Jika mengacu pada pernyataan Yustinus Prastowo, berdasar indeks keterjangkauan yang diukur melalui rasio Price Relative to Income, harga rokok di Indonesia sudah termasuk tertinggi di dunia. Jadi, tidak bisa semata dinilai berdasarkan nominal saja, karena di Australia upah minimumnya juga jauh lebih besar, wajar harganya tinggi secara nominal. Daya beli masyarakatnya pun tinggi.

Baca Juga:  Revisi PP 109/2012 Upaya Matikan Stakeholder Kretek

Jika mengacu pada kemampuan masyarakat hari ini, harga rokok sudah melampaui angka psikologis masyarakat. Ya masih ada sebaigan yang mampu membeli di kisaran angka Rp 25 – 30 ribu. Namun, sejauh mata memandang, lebih banyak orang membeli rokok di bawah angka itu. Itulah yang menyebabkan banyak rokok tidak populer bermunculan, mereka membanderol produknya dengan angka yang lebih terjangkau untuk masyarakat.

Jika kemudian, karena logika antirokok mengatakan bahwa harga rokok murah, lantas harga dan tarif cukai kembali diwacanakan naik, harusnya mereka belajar dulu dari masyarakat. Atau setidaknya bertanya pada Stafsus Ibu Sri Mulyani.

Dalam memperhatikan persoalan sosial ekonomi, kita tidak bisa menggunakan rumus matematika yang ajeg. Ada begitu banyak faktor yang harus dilihat. Menghilangkan satu dua faktor dampaknya bisa amat berbeda. Sama seperti yang biasa dilakukan antirokok dengan menghilangkan faktor daya beli masyarakat untuk membuat kesimpulan.

Komunitas Kretek
Latest posts by Komunitas Kretek (see all)

Komunitas Kretek

Komunitas Asyik yang Merayakan Kretek Sebagai Budaya Nusantara