Search
petani tembakau

Petani Tembakau dan Ritual Among Tebal

Setiap tahun ritual among tebal kerap digelar secara hikmat di Temanggung oleh para petani tembakau. Ritual ini merupakan bagian dari tradisi masyarakat tani dalam mengawali masa musim tanam tembakau. Tak asing pula, jika ritual ini kerap disebut sebagai wiwit mbako.

Secara umum, mayoritas petani melakukan dua kali among tebal, baik itu dilakukan secara individual maupun secara massal, yakni dilakukan bersama-sama yang melibatkan sejumlah dusun di kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung.

Peristiwa kebudayaan ini merupakan bentuk penghormatan terhadap narasi lokal yang telah dipercaya sejak lama oleh masyarakat pertembakauan di Temanggung. Semua warga, tua maupun muda, melebur bersama untuk melangsungkan perayaan tradisi yang disakralkan itu.

Untuk hari pelaksanaan ritus yang berakar dari kepercayaan ‘Islam Aboge’ ini, didasari pada pembacaan weton yang berlaku. Perlu diketahui, penyebutan ‘aboge’ pada aliran itu adalah kependekan dari alif rebo wage. Ini merupakan salah satu aliran islam tradisional yang diajarkan oleh Raden Rasid Syaid Kuning dari Pajang.

Para penganut aliran ini memiliki sistem penanggalan berbeda dengan umat islam lainnya. Di masa sekarang kerap dipakai dalam menentukan hari-hari besar serta perayaan ritual tertentu yang berkaitan dengan masyarakat tani. Termasuk pelaksanaan ritus among tebal. Perhitungan ini juga telah digunakan para wali sejak abad ke-14.

Para penganut Islam Aboge meyakini, dalam kurun waktu delapan tahun atau satu windu terdiri dari tahun Alif, Ha, Jim Awal, Za, Dal, Ba/Be, Wawu, dan Jim Akhir serta dalam satu tahun terdiri 12 bulan dan satu bulan terdiri atas 29-30 hari dengan hari pasaran berdasarkan perhitungan Jawa, yakni Pon, Wage, Kliwon, Manis (Legi), dan Pahing.

Baca Juga:  Rokok Win Mild, Layakkah Jadi Pengganti Sampoerna Mild?

Ditilik dari tata penanggalan itulah, kita dapat menyimpulkan bahwa masyarakat nusantara telah memiliki sistem pengetahuan yang khas sejak jauh sebelum adanya sistem pengetahuan modern. Tak ubahnya pula dengan laku budaya tanam tembakau yang telah berlangsung berabad-abad silam.

Secara sederhana, perayaan ritual among tebal, tidak sekadar menjadi tanda dimulainya musim tanam tembakau. Aktivitas hikmat ini didedikasikan sebagai simbol pengharapan dan pemuliaan kepada pemilik semesta. Sekaligus menjadi simbol penghormatan kepada leluhur yang telah membawa bibit tembakau pertama kali di Temanggung. Yakni Ki Ageng Makukuhan. Ia merupakan murid Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga.

Di daerah yang dikenal sebagai penghasil srinthil ini, masyarakat tani sangat menjunjung kepercayaan yang diwariskan secara turun temurun tersebut. Perayaan among tebal tidak sekadar proses persembahan sejumlah sajen atau sesaji, yang berisi makanan khas daerah pegunungan Sumbing. Biasanya, disertai juga serentet kegiatan budaya khas Temanggung, nyadran salah satunya.

Merujuk pada pemberitaan yang tersebar, para petani secara lugas mengharapkan panen tahun 2022 ini lebih baik dari panen tahun sebelumnya. Ada dua hal yang dimaknai dari harapan tersebut, ya dari sisi kualitas panennya yang itu berarti menentukan harga jual, selain itu petani juga mengharapkan semua panenan ludes dibeli oleh pabrikan.

Baca Juga:  Sebuah Legenda yang Melintasi Waktu dan Benua  

Pengharapan semacam inilah tentunya yang senantiasa diharapkan petani pada umumnya. Jika kita tilik kembali problem pertembakauan sejak  kenaikan tarif cukai di atas sepuluh persen sedari 2016, banyak pabrikan yang terpukul dan kedodoran sebab menanggung beban produksi yang lebih tinggi. Akibatnya, banyak pabrikan yang melakukan efesiensi, melakukan pembatasan kuota produksi. Panen petani banyak yang tak terserap.

Pada kurun dua tahun terakhir, banyak petani mengeluhkan panenannya yang tersisa, dan terpaksa harus dijual secara ecer kepada para pengepul. Belum lagi persoalan gagal panen akibat cuaca yang tidak menentu. Perlu diketahui, tanaman tembakau ini membutuhkan perawatan khusus, dan tidak membutuhkan banyak air untuk tumbuh kembangnya.

Bilamana curah hujan begitu tinggi, sudah bisa dipastikan akan menghasilkan panen yang buruk. Inilah realita yang tak jarang dihadapi petani. Maka, tidaklah keliru jika perayaan among tebal yang diselenggarakan tiap tahun itu dilangsungkan dengan hikmat. Sebagai bentuk kepasrahan dan ungkapan rasa syukur petani kepada pemilik alam semesta yang telah melimpahkan banyak rejeki.