Search
Susi Pudjiastuti Merokok

Susi Pudjiastuti Merokok di Pantai, Kemana Puntungnya?

Aktivitas mengonsumsi rokok memang tak selalu disukai banyak orang. Sebagian besar perkara tidak suka itu lebih ke asap serta puntungnya. Sejatinya para perokok juga paham akan perkara itu, apalagi ketika rokok dinikmati di pantai, ibu Susi Pudjiastuti merokok pun sadar akan hal itu.

Jadi awalnya gini, mantan menteri kelautan yang dikenal perokok yang kerap disapa Bu Susi ini, beberapa waktu lalu memberi himbauan perihal kesantunan dalam merokok melalui akun twitternya. Produk legal berbahan baku tembakau itu ya memang kerap saja menjadi kontroversi. Sampai-sampai ibu penganjur makan ikan itu mengingatkan sesama perokok untuk turut menjaga kebersihan pantai di dalam video tersebut.

Tak heran memang, jika kita sering merasa kok perokok dirisak melulu sih sama para haters rokok, ya dari berbagai sisi pandang. Mulai dari perkara produknya yang dicap biang kerok kesehatan, tak kurang juga aktivitas merokok yang dituding memberi dampak buruk bagi lingkungan.

Spesies post truth yang aktif bermedsos ria, pastinya tidak asing lagi soal isu rokok dan kesehatan yang kerap didorong serta dibenturkan oleh para antirokok. Bahwa rokok itu momok, merokok merugikan orang lain, apalagi saat ada perokok yang ngebul sambil berkendara. Tak jarang menjadi keriuhan di media sosial.

Komunitas Kretek sendiri menyesalkan adanya sikap perokok yang tak menjunjung asas perokok santun. Biar bagaimana pun, rokok merupakan salah satu produk konsumsi yang memiliki faktor risiko. Namun, kalau para haters itu mau fair, ya tak ada produk konsumsi yang tidak berisiko. Artinya, kalau maua kritis soal bahaya produk konsumsi, sekalian dong semua juga dikritisi. Heuh. Namanya juga antirokok, pasti saja rokok yang dirisak dicap jahat.

Haiya, menyoal postingan video Bu Susi, tentu saja kita mengapresasi itikad baik yang terkandung pada konten videonya itu. Mengingat lagi, video himbauan itu diposting pada bulan Mei, tidaklah keliru jika saya agak mencurigai ada gelagat yang sejurus dengan No Tobacco World Day alias Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) pada 31 Mei. Tidak soal bagi saya, jika ini dianggap celotehan seorang pemuja berat teori kontrasepsi konspirasi. Hehe.

Iya bukan tidak mungkin dong, menilik pula isu kampanye antitembakau global pada 2022 ini bertajuk “Threat to Our Environment” mem-framing rokok sebagai biang kerok kerusakan bumi dari laman resmi WHO. Mulai dari hulu-hilir industri rokok dikesankan yang paling bertanggung jawab atas perkara perubahan iklim dan isu kerusakan lingkungan. Ck ck ck…

Baca Juga:  Kenapa Orang Tetap Merokok Walau Keadaan Sulit?

Tak ada yang keliru sih dari itikad baik Bu Susi pada video himbauannya, yakin deh bukan dalam kerangka memanaskan lantai disko di media sosial menuju HTTS. Kalau saja konten himbauan itu tidak posting di bulan Mei ya, Bu, niscaya dijauhkan saya dari kecurigaan yang unfaedah.

Btw, kalau mau bahas soal perubahan iklim dan pencemaran, sesungguhnya sudah sejak lama sih menjamurnya penggunaan barang elektronik serta otomotif telah mengakibatkan tingginya produksi emisi. Emisi gas rumah kaca inilah yang memicu perubahan iklim.

Kegiatan industri ekstraktif sudah  sejak lama kerap dikritisi banyak pihak, soal dampaknya bagi lingkungan dan kelangsungan bumi. Kalau kemudian rezim kesehatan dan antitembakau global menambah entri stigma terhadap rokok, selain merusak kesehatan, mengancam kesejahteraan perokok, kemudian diperkuat isunya sebagai yang paling andil merusak lingkungan, lhah industri ekstraktif itu kok dianggap sepi. Di sini racunnya rancunya.

Dilihat secara umum soal kerusakan lingkungan, ya memang sudah dari dulu nasib bumi dirusak oleh gempita beragam kemajuan industri dunia, seturut perilaku konsumsi dan gaya  hidup masyarakat dunia terhadap produk peradaban yang terus menggelora hingga kemudian muncul isu climate changegreen lifestyle serta sistem yang disebut di laman resmi WHO itu sebagai ‘green washing’.

Isu perusakan lingkungan jika mata panahnya diarahkan semata kepada Industri Hasil Tembakau (IHT), lalu apakabar industri junk food dan fast fashion, apakabar limbah B3 medis yang menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), bahwa hingga akhir Juli 2021, limbah B3 dari kelompok limbah medis menembus angka 18.460 ton.

Jumlah limbah B3 medis ini didominasi oleh sampah masker, face shield, sarung tangan plastik, dan Alat Pelindung Diri (APD) yang penggunaannya meningkat sejak pandemi Covid-19. Pemusnahan limbah tersebut terkonsentrasi pada incinerator, sementara di Indonesia hanya 122 rumah sakit yang memiliki fasilitas insinerator dan terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Baca Juga:  Pelarangan Merokok di Pesantren Juga Harus Taat Asas, Jangan Meluas Jadi Melarang Warga Merokok

Kemudian, belakangan ini industri kesehatan di Indonesia mulai menyasar pada upaya mengolah limbah B3 medis menjadi kerangka ranjang rumah sakit. Inovasi yang disebut Recyled Hospital Bed atau Rehob, bukankah ini juga bagian dari green washing yang patut ditilik lanjut sebagai upaya mencipta citra industri kesehatan yang ingin dicap ramah lingkungan. Duh, kok jadi sampai ke sini-sini sih bahasannya, ehe.

Ya kembali ke konten Bu Susi deh, bahwa pesan penting dari beliau sebagai sesama perokok intinya jangan buang puntung sembarangan di pantai. Puntung rokok ditaruh dulu di tempat yang relatif aman, untuk kemudian dibuang pada tempat yang semestinya.

Himbauan Bu Susi itu, jelas sebangun dengan yang selama ini Komunitas Kretek kampanyekan terkait perokok santun. Artinya, kita para kretekus ini sudah cukup masif mengingatkan perokok untuk taat asas. Dengan tidak membuang puntung sembarangan, tidak merokok di dekat golongan rentan, termasuk pula mengecam perilaku perokok yang sebats sambil motoran. Tidak lantas berhenti sampai di situ, keteladanan di lingkung terdekat kerap diulungkan.

Maka, terpujilah Bu Susi Pudjiastuti yang juga turut menggelorakan semangat kampanye yang kita usung selama ini. Dengan harapan ya, konten himbauan semacam itu tak hanya muncul di bulan Mei saja, bulan berikutnya perlu juga ada konten himbauan terkait perkara limbah industri lainnya yang mencemari laut.

Terus, bulan berikutnya, konten soal kesantunan merokok lagi, misalnya soal penyediaan ruang merokok yang masih menjadi polemik atas tafsir Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan, kerap dimaknai sebagai upaya mendiskriminasi perokok.

Dijamin deh, kalau Bu Susi rutin mengangkat isu rokok yang sejalan dengan Komunitas Kretek bakal mendulang kebaikan dan dukungan istimewa dari para perokok santun. Terima kasih ya, Bu Susi atas kontennya. Salam bangga saya sebagai sesama perokok.