
Beberapa tahun ke belakang rokok ilegal tumbuh subur di Indonesia. Merebaknya rokok ilegal tidak hanya merugikan pabrik rokok legal dengan menurunnya produksi rokok. Tapi juga merugikan negara itu sendiri. Karena cukai yang masuk ke negara akhirnya berkurang.
Di sisi konsumen, membeli rokok ilegal terbagi menjadi dua alasan. Pertama, karena harganya murah. Kedua, malas setor cukai kepada negara. Karena bagi sebagian perokok–negara melalui pemerintah selalu memalak rakyatnya. Uang rakyat tidak digunakan sebagaimana mestinya. Bahkan dikorupsi pula.
Namun, perlu diketahui, memang merokok ilegal terkesan melawan kepada negara karena tidak menyumbang cukai. Tetapi jika ditelisik lebih dalam, hal itu bukanlah perlawanan, melainkan justru memberikan kekayaan kepada mafia rokok ilegal.
Tidak hanya itu, membeli rokok ilegal juga merugikan pabrik rokok legal dan para petani. Karena justru kalau mau melawan negara, ada alternatif lain yang legal, yaitu tingwe atau rokok lintingan.
Jika demikian, membeli rokok ilegal adalah memperkaya para cukong atau mafia. Lantas mengapa negara lamban atau enggan memberantasnya?
Salah solusi pemberantasan rokok ilegal
Rokok ilegal tidak hadir begitu saja di pasar karena tentu ada yang memproduksinya. Anehnya, meskipun negara juga mengalami kerugian dari peredaran rokok ilegal, kenapa pemerintah selama ini terkesan tidak serius, atau tidak becus membasminya?
Pasalnya, upaya pemberantasan rokok ilegal dari mulai sosialisasi maupun penangkapan–itu semua hanya formalitas, kalau tidak mau dibilang asal-asalan!
Bayangkan saja, pemerintah mengajak senam ibu-ibu untuk memberantas rokok ilegal. Bagaimana ceritanya rokok ilegal ini bisa hilang dengan senam ibu-ibu. Permasalahannya apa, solusinya apa. Aneh memang.
Ada lagi tindakan pemerintah, khususnya Bea Cukai, yang cenderung merazia rokok ilegal di warung-warung kecil. Semua tindakan itu terus dilakukan di masa kepemimpinan Menteri Keuangan sebelumnya, Sri Mulyani. Dan hasilnya nihil.
Bea Cukai: cukongnya?
Hal itu tentu menimbulkan pertanyaan, siapa sebetulnya cukong rokok ilegal? Kenapa bisa sekuat itu, dan bahkan sulit terendus oleh pemerintah?
Di akar rumput memang banyak orang yang sudah tahu, tetapi apakah media atau pemerintah pernah mengakui siapa saja cukongnya?
17 Oktober 2025, di masa kepemimpinan Menteri Keuangan terbaru, Purbaya Yudhi Sadewa, masyarakat Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau mengkritik serta mengeluh atas kinerja Bea Cukai Tanjung Balai Karimun.
Pasalnya, Bea Cukai hanya memberantas rokok ilegal dari pedagang kecil. Sedangkan distributornya. Apalagi produsennya, tidak disentuh sama sekali.
“Mereka (Bea Cukai) lebih banyak merazia warung-warung kecil daripada membasmi distributornya langsung. Ini sama saja tetap memberikan kehidupan bagi para cukong-cukong yang menjadi distributor terbesarnya. Mereka, Bea Cukai, seperti tutup mata dan telinga,” kata Purbaya di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, (17/10/2025), dikutip dari Detik Jatim.
Tidak hanya menanggapi dari sisi aspek ekonomi, secara politik Menkeu Purbaya juga terang-terangan menyebutkan siapa cukong rokok ilegal.
“Katanya banyak backing-nya. Backing-nya paling orang Bea Cukai juga. Ada juga yang lain-lain, tapi yang jelas akan kita bereskan itu,” tegas Purbaya.
Semoga Menkeu Purbaya tidak hanya melakukan sosialisasi. Apalagi kalau hanya mengganyang pedagang kecil. Tapi serius memberantas produsennya.
Adapun cara lainnya adalah Menkeu Purbaya mempermudah syarat administrasi pembuatan pabrik rokok ilegal menjadi legal. Karena alasan pabrik rokok ilegal merebak selain supaya bisa menjual harga murah dan tidak setor cukai ke negara. Syarat pendirian pabrik dari pemerintah juga terbilang bertele-tele dan tidak efisien.
Juru Bicara Komunitas Kretek, Rizky Benang
- Soeharto: Bapak dari “Pencekik” Petani Cengkeh Bisa-bisanya Jadi Pahlawan Nasional - 10 November 2025
- Kopi Pangku hingga Asap Kretek di Pantura, Potret Perjuangan Hidup yang Tak Bisa Disikapi Pakai Urusan Moral Belaka - 10 November 2025
- Sisi Visioner Purbaya yang Tak Dimiliki Antirokok dan Menkeu Sebelumnya - 5 November 2025
Leave a Reply