
Perempuan yang merokok kerap kali mendapat stigma negatif. Tapi tidak bagi Suku Tengger.
Sejarah merokok di Indonesia tidak hanya milik laki-laki, tapi juga milik perempuan. Termasuk tulisan saya sebelumnya yang mengangkat kisah Hikayat Seorang Perempuan yang Merokok untuk Menolak Praktik Poligami.
Dari perjalanan sejarah rokok itu, terjawab sudah bahwa rokok tidak mempunyai jenis kelamin. Namun kini, standar moral justru mengucilkan perempuan. Perempuan yang merokok sering kali diidentikan dengan prilaku amoral.
Misalnya, dapat label tidak berakhlak, tidak pantas dijadikan istri, perempuan labil, pegangguran, wanita malam, pelacur, dan masih banyak lagi stigma yang merendahkan harkat dan martabat perempuan. Padahal merokok atau tidak merokok tidak ada hubungannya dengan moral.
Sialnya, stigma tersebut sudah kadung banyak yang mengamini. Padahal, misalnya saja di Suku Tengger di Desa Argosari, Senduro, Lumajang, Jawa Timur, perempuan yang merokok justru merupakan keumuman.
Merokok di Suku Tengger adalah Tradisi Nenek Moyang
Perilaku perempuan merokok pada Suku Tengger sudah ada sejak zaman nenek moyang. Sehingga, bagi mereka, perempuan merokok adalah hal yang biasa dan tidak melanggar batasan norma.
Salah satu norma yang masyarakat Suku Tengger hormati, khususnya bagi perempuan yang merokok, adalah tidak merokok ketika hamil.
Bahkan ada juga yang tidak merokok ketika pergi ke tanah suci. Jadi masyarakat juga tahu, kapan waktunya untuk menghisap tembakau. Tidak asal merokok.
Sebatang Rokok dari Keringat Sendiri
Mayoritas perempuan di Suku Tengger berprofesi sebagai ibu rumah tangga sekaligus buruh tani di ladang. Semua pekerjaan mereka lakukan. Termasuk pekerjaan yang selama ini identik dengan pekerjaan laki-laki seperti mencangkul, menanam, memanen, mencari kayu bakar, mencari rumput untuk hewan ternak, dan sejenisnya.
Perempuan Suku Tengger sudah terbiasa bekerja sejak kecil. Ketika sudah bersuami, sering kali upah hasil kerja akan mereka bagi untuk kebutuhan rumah tangga.
Karena bisa menghasilkan uang sendiri, perempuan di sana pun punya hak pula untuk membelanjakan upah guna kebutuhan pribadi. Misalnya untuk membeli rokok. Dan para laki-laki pun tidak mempersoalkan.
Yang menarik adalah ketika ada hajatan atau upacara adat. Biiasanya para warga yang membantu hajatan akan diberi rokok. Baik laki-laki maupun perempuan tidak dibedakan dari segi jumlah maupun merek rokoknya. Semua mendapat rokok dengan jenis dan jumlah yang sama atas bantuan gotong royongnya.
Suku Tengger Merokok untuk Mengusir Mrutu
Setiap pekerjaan pasti mempunyai tantangan, termasuk bekerja di ladang. Selain hama, buruh tani juga kerap terganggu oleh mentek/mrutu dan juga nyamuk.
Mrutu adalah serangga kecil yang hinggap pada sesuatu yang lembap. Mrutu biasanya suka menggit wajah ketiak para petani sedang bekerja.
Nah, salah satu cara mengusirnya adalah dengan merokok. Karena mrutu ternyata tidak tahan dengan asapnya.
Selain untuk mengusir mrutu, merokok juga menjadi suntikan semangat bekerja. Pasalnya, wilayah yang Suku Tengger tinggali berada di pegunungan dengan suhu yang dingin. Maka, dengan merokok bisa menghangatkan tubuh di tengah embun dan angin yang menusuk kulit.
Juru Bicara Komunitas Kretek, Rizky Benang
BACA JUGA: Rokok Klobot Membuat Suku Tengger Hidup Saling Gotong Royong
Leave a Reply