Press ESC to close

Penjualan Gudang Garam Anjlok Bukan karena Perokok Turun, Tapi Negara Membiarkan Rakyatnya Miskin

Menurunnya penjualan rokok Gudang Garam yang menyebabkan tembakau Temanggung tidak terbeli adalah bukti kemiskinan masih menjadi momok di negeri ini.

Menurut Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita, salah satu faktor anjloknya rokok adalah daya beli kelas menengah dan bawah yang memang masih lesu dan belum membaik dalam beberapa tahun terakhir.

Jadi ini bukan sekadar apakah prevalensi perokok turun. Karena nyatanya, perokok masih bisa ngebul dengan alternatif membeli rokok murah, tingwe atau bahkan ilegal.

Dari fenomena beralihnya perokok membeli rokok murah itu ada masalah yang jauh lebih besar, yaitu kemiskinan yang “dipelihara” oleh negara?

Bukan dipelihara seperti pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi, “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.

Melainkan, kemiskinan memang sengaja dibiarkan oleh negara. Misalnya seperti yang dikatakan Ekonom sekaligus pengajar di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, bahwa kebijakan-kebijakan populis menjadi beban bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Beberapa program populis yang Achmad maksud antara lain Makan Bergizi Gratis, subsidi energi, bantuan langsung tunai dan bantuan sosial, hingga pembangunan infrastruktur megah seperti Ibu Kota Nusantara (IKN) yang tidak produktif.

Artinya, yang paling berpengaruh terhadap kemiskinan sebenarnya pemerintah sendiri. Pasalnya, akibat kebijakan-kebijakan populis itu, pemerintah sampai melakukan efisiensi, PHK di mana-mana, akses lapangan kerja sulit karena pabrik banyak yang bangkrut dan investor banyak yang kabur.

Baca Juga:  3 Khilaf Yang Biasa Dilakukan Perokok

Apa hubungannya dengan isu anjolknya penjualan rokok Gudang Garam?

Hubungannya dengan isu anjloknya penjualan rokok Gudang Garam adalah, masyarakat mengalami masalah kemiskinan. Tetapi Badan Pusat Statistik (BPS) selalu menyalahkan rokok sebagai penyebab kemiskinan di Indonesia.

Padahal, jika memakai logika BPS, memangnya semua masyarakat yang miskin itu perokok? Terus kenapa orang yang tidak merokok tetap miskin jika penyebab utama kemiskinan itu adalah rokok.

Dari fenomena ini, jika kita kritis, sebenarnya pemerintah menyembunyikan kegagalannya dengan menyalahkan rokok.

Padahal, detail dari  UUD pasal 34 ayat (1) itu adalah negara memiliki kewajiban untuk memelihara dan memberikan perlindungan kepada fakir miskin dan anak-anak terlantar.

Kewajiban ini mencakup pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan pelayanan sosial.

Industri hasil tembakau didukung, permasalahan kemiskinan akan teratasi

Mengutip perkataan CEO Malaka Project, Ferry Irwandi, industri hasil tembakau adalah salah satu tulang punggung negara.

Tercatat ada 6 juta tenaga kerja di Industri Hasil Tembakau dari hulu sampai hilir. Belum termasuk orang-orang yang menjual rokok ketengan atau sektor lain yang ikut kecipratan pekerjaan karena Industri Hasil Tembakau.

Lalu dari segi penerimaan negara, ratusan triliun sudah Industri Hasil Tembakau sumbangkan kepada negara. Di tahun 2024, cukai hasil tembakau mencapai 216,9 triliun.

Sialnya, IHT sering digempur dengan berbagai regulasi yang justru mematikan perekonomian. Padahal kalau dibandingkan dengan BUMN, bahkan tambang sekalipun. IHT masih jauh lebih unggul memberikan triliunan untuk negara.

Baca Juga:  Perempuan Perokok dan Standar Ganda Moralitas

Perbandingan pada tahun 2023, cukai rokok menyumbang Rp213,5 triliun sekitar 2,6 kali lebih besar dibandingkan dividen BUMN Rp82,06 triliun.

Sedangkan sektor pertambangan hanya mampu menyerap 300 ribu tenaga kerja. Penerimaan negara pun jauh di bawah IHT.

Misalnya saja Freeport. Di tahun 2024 PT Freeport hanya memberi laba bersih kepada negara sebesar Rp67 triliun.

Bayangkan, jika dalam beberapa tahun ke depan, tidak hanya Gudang Garam yang mengalami kerugian, tapi juga pabrik-pabrik besar lainnya seperti Djarum Group anjlok. Maka jutaan lapangan kerja akan hilang, masyarakat kehilangan mata pencaharian, dan kemiskinan semakin terdepan.

Juru Bicara Komunitas Kretek, Rizky Benang

BACA JUGA: Obat Berhenti Merokok Ternyata Punya Risiko Penyakit Mental, Bisa bikin Pemakainya Bunuh Diri

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *