Press ESC to close

Kisah Pangeran Katandur: Sang Penanam Daun Emas Hijau di Tanah Madura

Dari cerita tutur yang beredar di masyarakat Madura, tembakau itu bukan dibawa oleh Portugis atau Belanda pada abad ke-16, melainkan jauh sebelum itu. Lebih tepatnya pada abad ke-12. Konon tembakau dibawa oleh sosok bernama Pangeran Katandur.

Kedatangan Pangeran Katandur di Madura

Secara geografis, tanah Madura itu kering dan tandus. Cukup sulit lahannya dipakai untuk bertani. Namun semua itu berubah ketika Pangeran Katandur datang ke Pulau Garam tersebut.

Pangeran Katandur, yang dikenal dengan nama Habib Ahmad Baidlowi atau As-Sayyid al-Habib as-Syekh Ahmad Baidhawi, adalah seorang ulama besar dan tokoh spiritual yang diyakini merupakan keturunan Rasulullah Saw melalui garis Sayyid.

Disebutkan juga, Pangeran Katandur adalah putra dari Habib Sholeh, yang bergelar Panembahan Pekaos, sekaligus cucu Jakfar Sodiq bin Sayyid Usman Sunan Andung, alias Sunan Kudus.

Konon juga, Pangeran Katandur adalah putra Raja dari Kerajaan di tanah Jawa, yang pada suatu waktu mengasingkan diri ke Madura. Entah karena urusan politik atau spiritual (tergantung versi cerita).

Nama “Katandur” sendiri berasal dari kata “tandur”, yang berarti bertani atau menanam dalam bahasa Jawa dan Madura. Jadi, secara harfiah, dia dikenal sebagai sang “Pangeran Petani”.

Sebagai Pangeran Petani, Katandur mengubah tanah yang tak bisa ditanami dengan tembakau. Ide itu terbesit setelah Pangeran Katandur bertapa karena melihat penderitaan rakyat karena hidup di tanah tak subur.

Dalam cerita rakyat Madura disebutkan, bahwa tembakau bukan dibawa oleh kolonial. Melainkan datang melalui mimpi atau wahyu dalam bentuk benih. Di versi lain juga disebutkan bahwa tanaman itu muncul dari tongkat ajaib sang Pangeran.

Baca Juga:  Pentingnya Rokok bagi Orang Madura untuk Membangun Kerukunan

Sedangkan menurut Santoso (1994), tanaman tembakau diperkenalkan pertama kali oleh penyebar Islam dari Kudus bernama Pangeran Katandur sekitar abad ke-12. Itu artinya, Pangeran Katandur awalnya berniat menyebarkan agama Islam.

Begitu pula, menurut ahli botani, Rumphius, yang membuktikan bahwa tanaman tembakau terdapat di tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi bangsa Portugis (Makfoeld, 1982: 1).

Berdakwah dan mengajarkan bertani 

Setelah mendapatkan petunjuk, Pangeran pun menanamnya di tanah yang kering. Ajaibnya, tanaman itu tumbuh subur. Dan memang, tembakau sangat cocok ditanam di tanah yang kering.

Seiring waktu, masyarakat Madura mulai menanam tembakau mengikuti ajaran sang Pangeran. Hasil panennya bisa dijual dan ditukar dengan kebutuhan hidup lain.

Tanaman tembakau Madura ini tersebar mulai dari dataran tinggi di sebelah utara Pulau Madura, mulai Pakong, Kabupaten Pamekasan, Batu Putih, dan Sumenep.

Di Madura, Pangeran Katandur bukan hanya berdakwah, tapi juga mengajarkan bertani. Berkat kedatangannya, tanah Madura yang tandur akhirnya bisa ditanami. Tidak hanya tembakau, tanaman pangan seperti padi  juga mulai tumbuh subur.

Sebelum memulai menanam, Pangeran Katandur terlebih dahulu berdoa meminta hujan kepada Tuhan, melalui proses bertapa. Walhasil, doanya terkabul, dan tembakau yang dia tanam rumbuh dengan baik. Tembakau di Sumenep pun menjadi tanaman favorit dikenal sebagai “daun emas”.

Tidak hanya melalui doa, Pangeran Katandur juga memperkenalkan teknik pengeringan daun tembakau yang menjadi cikal bakal tembakau Madura yang terkenal hingga kini.

Tembakau jadi ritus di Madura

Semenjak itu, tembakau bukan hanya komoditas ekonomi, tapi juga bagian dari ritual dan budaya, seperti dalam upacara adat, sesajen, atau bahkan sebagai simbol persembahan kepada leluhur.

Baca Juga:  4 Falsafah Merokok dalam Prosesi Adat Batak Angkola di Kota Padangsidimpuan

Sebagai contoh, orang Madura ketika ingin memberikan sesuatu kepada orang terhormat. Biasanya orang Madura akan memberikan hasil panen tembakau terbaiknya. Karena memberi barang berharga kepada seseorang yang terhormat. Merupakan bentuk kehormatan juga.

Kendati cerita tersebut berbeda dengan sumber kolonia: Bahwa penanaman komoditas tembakau secara besar-besaran baru dimulai tahun 1830 karena adanya sistem tanam paksa (Cultuurstelsel) untuk memenuhi pasar Eropa.

Akan tetapi, baru pada kepemimpinan Raffles kesuksesan budidaya tembakau Madura mulai dapat dirasakan. Bahkan hasil dari pertanian tembakau menjadi nomor dua setelah padi.

Hanya saja, sampai sekarang, masyarakat setempat tetap menganggap Pangeran Katandur lah yang memulai semuanya. Tidak perlu dipermasalahkan, karena yang pasti tembakau Madura adalah emas hijau yang menghidupi banyak orang, hingga menjadi bagian hidup dari masyarakatnya.

Juru Bicara Komunitas Kretek, Rizky Benang

BACA JUGA: Pentingnya Rokok bagi Orang Madura untuk Membangun Kerukunan

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *