Press ESC to close

Melabeli Perokok Itu Menyenangkan

Sewaktu bocah aku menganggap kalau Clint Eastwood di The Good, The Bad, The Ugly itu keren. Sanji dari One Piece juga keren. Aku pernah bercita-cita akan merokok seperti dua karakter blonde itu.

Tapi sekarang Aku tak merokok. Aku berhenti merokok setelah SMA. Itu pun belum sampai jadi perokok aktif, masih coba-coba saja.

Aku berhenti merokok bukan karena alasan kesehatan. Kalau karena alasan kesehatan, Aku tidak mungkin masih makan indomie dan tinggal di kota yang udaranya penuh polusi, kadang ikut mabuk pula. Betapa hipokritnya itu.

Merokok itu menganggu kesehatan. Sama halnya dengan indomie, emisi gas kendaraan bermotor, makanan berkolesterol, makanan berpengawet dan lainnya.

Aku tidak merokok cuma karena alasan tidak suka menghabiskan uang untuk rokok. Itu saja. Ketimbang merokok, aku lebih baik beli siomay atau makan dengan lauk paling enak sekalian.

Sewaktu aku bilang alasanku seperti tadi, ada kawan yang menawariku rokok gratis. Aku mau saja kalau dia bersedia mentraktirku rokok selamanya. Karena memang aku tak mau mengeluarkan uang buat beli rokok. Lebih baik tidak sama sekali. Tapi bukan berarti aku sepakat dengan kampanye rokok itu memiskinkan.

Banyak pula yang tak percaya sewaktu aku bilang tidak merokok. Aku laki-laki, tampang pun sangar. Orang selalu menganggapku perokok.

Aku seperti makhluk ajaib yang muncul setiap seribu tahun sekali. Sangar, tapi tak merokok. Bahkan ada yang bilang, aku tak pantas tak merokok. Lah!

Baca Juga:  Bersikap Adil pada Iklan Rokok

Orang senang sekali memberi stigma. Kalau memberi stigma itu dibayar, barangkali semua orang akan kaya. Tak ada yang kelaparan.

Stigma yang mapan di masyarakat itu banyak. Misalnya, perempuan bertato itu berarti bukan perempuan yang baik-baik. Perempuan bercadar itu teroris. Laki-laki bergaya rambut Korea itu kemayu, dan pantas dibully. Dan masih banyak lainnya.

Sebenarnya Aku biasa-biasa saja kalau disebut punya tongkrongan perokok. Tapi kalau pada akhirnya label tersebut membuatku dijauhi orang, baru Aku tersinggung. Masalahnya perokok sering kali dilabeli sebagai orang yang tak mengerti aturan. Tak peduli orang lain. Lain sebagainya.

Media pun ikut mengonstruksi citra perokok. Di iklan, merokok membuatmu keren. Merokok itu syarat kejantanan. Bahkan slogan-slogan rokok itu harus ada kata “pria”. Macam selera punya pria dan lain sebagainya.

Media mengonstruksi itu semua. Sifat-sfiat gender dikontruksi secara sosial oleh media, sehingga dapat dikenal dan dikonsumsi oleh khalayak. Misalnya perempuan itu lembut, cantik, emosional, atau keibuan, sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, perkasa, dan jantan.

Aku belum pernah melihat ada perempuan perokok di dalam iklan rokok. Sesekali lihat perempuan di iklan rokok, cuma jadi pemanis atau jadi subordinat laki-laki di dalam iklan.

Baca Juga:  Industri Tembakau Dihajar Dua Sisi

Di budaya populer macam film, penggambaran perempuan perokok sudah banyak sekali. Biasanya, perempuan perokok digambarkan sebagai perempuan nakal. Punya gaya hidup bebas. Stigma ini pula mapan di masyarakat.

Di masyarakat, perempuan perokok bukanlah perempuan baik yang layak dijadikan calon istri. Hina rasanya kalau didekati. Belum lagi kalau dia bertato. Label kepadanya makin menggila.

Pelabelan kepada perempuan perokok, bukan cuma dari kaum antirokok saja lho. Banyak kawanku yang perokok juga melabeli perempuan perokok seperti demikian. Seksis itu nggak pandang bulu!

Akhirnya perempuan-perempuan ini mudah didiskriminasi. Misalnya dia dilecehkan, sudah pasti label tadi memberatkannya. Dia dilecehkan tapi yang ditanya soal pakaian, rokok dan tatonya. Bukan moral orang yang melecehkan.

Ibu angkatku perokok. Dia merokok cuma karena suka. Tak ada alasan lain macam hendak menjadi jantan, hendak menjadi keren, atau barangkali hendak seperti koboi di satu iklan rokok Amerika masa lalu. Dia pun baik, tak ada alasan buat menjauhi dia atau membuatnya hina.

Bagaimanapun, Stigmatisasi itu buruk dan menyakitkan. Menyakitkan seperti Mandra yang gagal kawin dengan Munaroh. Atau melihat Alvi Singer yang ditolak sewaktu mengajak balikan Annie Hall.

Makhruzi Rahman
Latest posts by Makhruzi Rahman (see all)