Search
Empat Hal Yang Bikin Kretek Super Nikmat Di Pagi Hari

Yogyakarta, Hati-Hati Buat Aturan Soal Iklan Rokok Luar Ruang

Berhati-hatilah, Yogyakarta. Mungkin hanya itu yang bisa saya sampaikan ketika kalian memaksakan diri untuk membahas aturan soal larangan reklame rokok di kota berhati nyaman itu. Jangan sampai, setelah ketok palu barulah Yogyakarta merasakan, dampak buruk dari keberadaan aturan semacam ini.

Perlu diketahui bahwa iklan rokok selama ini telah dibatasi dengan amat ketat. Pada porsi siaran televisi, iklan rokok hanya boleh tayang di atas jam 9 malam. Pun pada aturan iklan di media luar ruang, luasnya reklame tidak boleh melebihi 72 meter persegi. iklan juga tidak boleh ditempatkan di Kawasan Tanpa Rokok (KTR) atau jalan protokol. Papan iklan harus diletakkan sejajar bahu jalan dan tidak boleh melintang.

Hal ini dilakukan dengan satu alasan, agar anak-anak tidak melihat iklan tersebut dan tidak mencuri kesempatan (atau pembenaran) untuk merokok sebelum usianya layak. Ya kita sepakat saja dengan aturan pembatasan iklan. Selama itu bukan sebuah alasan untuk membangun aturan larangan total iklan kepada rokok.

Pada urusan iklan luar ruang, telah ada beberapa daerah yang menerapkan larangan total pada rokok. Mereka tak lagi boleh beriklan di papan reklame. Bagi sebagian daerah, yang porsi pendapatan iklan luar ruangnya tidak seberapa besar seperti Bogor, ya mungkin tidak bakal menjadi maslaah yang berarti.

Baca Juga:  Apa Masih Mau Menaikkan Tarif Cukai Rokok?

Beda hal jika aturan itu dijalankan daerah seperti Cianjur, misalnya. Pada tahun 2016, mereka mencabut larangan iklan rokok di media luar ruang. Hal tersebut dilakukan mengingat besarnya harapan pada pendapatan iklan, sementara pemasok iklan terbesar tetap dipegang perusahaan rokok.

Demi mendapatkan kembali pemasukan yang hilang, aturan itu kemudian direvisi dengan catatan. Ya sebenarnya catatan yang dibuat sama saja seperti Permenkes Nomor 28 tahun 2013, yakni pembatasan area dan besaran reklamenya.

Terkait hal ini, agaknya Yogyakarta juga perlu berhati-hati. Mengingat wacana pembuatan aturan larangan iklan luar ruang bagi rokok muncul setelah serangan dan dorongan kelompok antirokok dalam urusan iklan rokok di stasiun Yogyakarta. Jangan sampai nantinya, pendapatan yang diharapkan datang malah menghilang karena salah kebijakan.

Sebelum kalian benar-benar membuat regulasi terkait hal ini, agaknya perlu dilakukan kajian lebih dalam perihal seberapa besar pemasukan yang diberikan iklan rokok pada pendapatan asli daerah. Selain itu, perlu diperhatikan juga bagaimana pihak lain yang beriklan via reklame banyak melakukan pelanggaran, hingga memberikan potensi kerugian hingga hampir Rp 1 miliar.

Baca Juga:  Kenaikan Cukai Rokok, Beban Menyesakkan Bagi Keluarga Petani Tembakau

Ketimbang mengambil risiko dengan melarang total iklan rokok, sebaiknya tertibkan saja iklan yang melanggar jika memang ada. Fokus saja pada penegakkan aturan yang ada. Kalaupun mau beriklan, asal jangan di dekat sekolah atau beberapa lokasi yang menjadi kawasan tanpa rokok. Begitu saja lebih baik, daripada macam-macam bikin aturan, kemudian kalian revisi lagi karena pendapatan daerah kurang.

Aditia Purnomo