
IQOS sebagai produk tembakau alternatif dinarasikan sebagai produk minim risiko kesehatan. Setidaknya begitu kata Philip Morris selaku produsen.
Namun, merujuk pernyataan Tobacco Control Support Center (TCSC) Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) pada April 2021 lalu, emisi IQOS-HEETS dinilai menghasilkan zat beracun yang tidak ada dalam daftar Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA). Selain juga memiliki kadar lebih tinggi daripada rokok konvensional.
Philip Morris terlihat tidak lebih dari orang yang sedang berbisnis saja. Tidak benar-benar memikirkan keamanan produknya, IQOS.
Mereka terang-terangan menjelek-jelekkan produk rokok konvensional karena dalih kesehatan. Tapi di saat bersamaan, menyiapkan produk alternatifnya yang tidak jauh lebih aman, seperti IQOS, Nicocig, Vivid, dan Mesh.
Artinya, meski rokok konvensional mereka tumbang, tapi mereka masih memiliki dana yang mengalir. Namun, bagaimana nasib produsen-produsen rokok lainnya yang murni menggantungkan hidup dari rokok konvensional?
IQOS bikin orang yang tidak merokok jadi perokok
IQOS beredar di sebagian besar negara Eropa, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Indonesia sejak 2019.
Berdasarkan data Philip Morris, IQOS telah dipasarkan di lebih dari 64 pasar di seluruh dunia. Lebih dari 17,6 juta% perokok dewasa diklaim telah beralih ke IQOS sejak Desember 2020.
Dan terkhusus Jepang, Philip Morris mengklaim bahwa masyarakat di Jepang berhasil beralih ke IQOS dan meninggalkan rokok konvensional.
International Tobacco Control Project (ITC) membantah data tersebut. ITC menyebut, tingkat pengguna IQOS yang berhenti merokok di Jepang dan Korea jauh lebih rendah dibandingkan perkiraan Philip Morris.
Tidak hanya itu, sebetulnya persentase seluruh pengguna IQOS yang berhenti merokok hanya 15% di Jepang dan 30% di Korea pada tahun 2021. Maka data yang Philip Morris klaim ini ternyata terlalu bombastis.
Bahkan merujuk pada survei kesehatan pemerintah Jepang pada tahun 2019, 75% responden yang menggunakan produk tembakau yang dipanaskan itu mengatakan mereka awalnya tidak merokok.
Artinya, alih-alih membuat perokok konvensional beralih, IQOS justru membuat orang yang sebelumnya tidak merokok kini menjadi perokok alias menciptakan perokok baru.
Indonesia tidak tegas
Kemasan IQOS yang lebih mirip produk gawai ini tidak mencantumkan peringatan kesehatan dan peringatan bergambar seperti halnya di bungkus rokok konvensional.
Di kemasannya hanya tercantum tulisan bahwa produk tersebut tidak bebas risiko dan menyebabkan ketergantungan.
Masalahnya, alat bantu isap tembakau panas tersebut sampai saat ini peredarannya di Indonesia belum diatur secara rinci dalam PP 109/2012. Akibatnya produk asing ini bisa seenaknya memasarkan produknya ke masyarakat tanpa regulasi yang jelas.
Sialnya, produk yang belum jelas aturannya ini didukung oleh Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR, Ariyo Bimmo yang menilai penjualan rokok elektronik yang memiliki risiko kesehatan lebih rendah tidak perlu menunggu revisi PP 109/2012.
Perlu digarisbawahi, saya tidak anti dengan inovasi dan produk dari luar negeri. Tetapi jika barang tersebut banyak menyimpan masalah, bahkan juga menjelekkan produk rokok kretek khas negeri ini, saya atas nama Komunitas Kretek tidak terima!
Juru Bicara Komunitas Kretek, Rizky Benang
BACA JUGA: Philip Morris Mengeluarkan Rokok Tanpa Asap, Dagelan Macam Apa Lagi?
- Sejarah dan Alasan Hari Kretek Diperingati 3 Oktober Bukan di Tanggal Awal Peracikannya oleh H. Djamhari - 24 April 2025
- Merokok Tidak Ada Hubungannya dengan Moral, Karena Ada yang Nggak Merokok tapi Korupsi - 21 April 2025
- Hubungan Pabrik Rokok dengan Konsumen Disebut kayak Budak dan Majikan, Padahal Bentuk Nyata Slogan “Dari Rakyat untuk Rakyat” - 16 April 2025
Leave a Reply