
Rasa-rasanya, untuk masyarakat menengah bawah, menjadi buruh pabrik rokok jadi semacam oase di tengah sulitnya mencari pekerjaan di Indonesia. Pabrik rokok mau memberi pekerjaan tanpa kualifikasi ijazah, tanpa syarat aneh-aneh, tapi tetap berkomitmen memberi gaji layak.
***
Kebanyakan syarat lowongan pekerjaan di Indonesia memang aneh-aneh. Kompetensi yang diminta setinggi langit, tapi gajinya seuprit. Belum lagi syarat berupa panjang pengalaman kerja sebelumnya hingga batasan usia.
Padahal, usia bukan lah penentu utama kualitas dan potensi seseorang. Seolah-olah kalau usia sudah di atas 25 tahun, manusia sudah tidak bisa bekerja.
Batasan usia bagi pelamar kerja pun terasa sangat merugikan perempuan.
Gambarannya begini, misalnya ada kasus perempuan berhenti bekerja sementara waktu karena hamil, melahirkan, dan harus mengurus anak. Lalu ketika ia ingin kembali lagi masuk ke pasar kerja, ternyata sudah kepentok umur.
Dari kasus tersebut, menjadi buruh di pabrik rokok menjadi semacam oase bagi masyarakat menengah bawah.
Buruh pabrik rokok: tak perlu ijazah, usia tdak penting
Jumat (14/2/2025) saya dan tim Rumah Kretek Indonesia berkunjung ke sebuah pabrik rokok di Sleman, Jogja. (Berikut laporannya: Melihat Buruh Perempuan Bekerja di Pabrik Rokok Sleman, Tangan Cekatan Melinting demi Hidup Sejahtera).
Selain berbincang perihal isu industri hasil tembakau (IHT) dengan jajaran direksinya, siang itu saya berbincang dengan salah satu buruh di pabrik rokok tersebut, seorang pelinting senior bernama Yulianti (36).

Yulianti berasal dari Bantul. Sehari-hari ia bekerja dengan sistem pulang-pergi, tanpa ngekost.
Yulianti bercerita, awalnya ia mendapatkan info ada lowongan kerja menjadi buruh pabrik rokok. Tanpa pikir panjang, Yulianti langsung melamar. Terlebih, syarat melamarnya sangat mudah: tidak ada batasan usia, tidak butuh ijazah yang mentereng, tidak harus punya keterampilan. Hanya modal KTP dan KK saja.
Gaji buruh pabrik rokok yang sangat cukup untuk hidup
Pekerjaan pertama yang Yulianti lakoni adalah menjadi pelinting. Berkat konsistensinya, Yulianti sekarang sangat mahir melintiing sehingga diangkat sebagai trainer untuk melatih calon pelingting baru.
DI pabrik rokok, tidak mempunyai pengalaman kerja memang tidak jadi soal. Pasalnya, pabrik rokok siap melatih dari nol, bahkan dari minus. Asal punya keinginan kuat.

Yulianti mengaku, gaji sebagai buruh linting di pabrik rokok tersebut sangat lah cukup. Karena dengan penghasilannya, ia mampu membiayai anaknya sekolah dan membantu suami menopang kebutuhan rumah tangga.
Yulianti juga mengaku senang bekerja sebagai buruh pabrik rokok. Pasalnya, suasana pabriknya sangat bersahabat: dengan atasan tidak canggung, sesama karyawan akrab, cuti lahiran dapat, izin mengurus anak dapat, BPJS pun sudah dijamin.
Beban kerja yang manusiawi
Saya juga berbincang dengan Ani (38), perempuan asal Gunung Kidul. Ani memulai perjalanan di industri hasil tembakau baru tiga tahun terakhir. Ani melamar kerja di pabrik rokok ketika usianya 35 tahun.
Sebelum kerja di pabrik rokok, Ani melanglangbuana dari pabrik ke pabrik. Sampai akhirnya beberapa kawannya memberitahu bahwa gaji di pabrik rokok jauh lebih besar, bahkan di atas UMR Jogja.
Ani mengaku, penghasilannya sebagai buruh pabrik rokok sangat membantu perekonomian keluarganya. Ia bisa membiayai kebutuhan rumah tangga dan membiayai sekolah anaknya.
Pabrik rokok sudah menjadi bagian hidup Ani. Pasalnya, suaminya juga bekerja di pabrik rokok yang sama, menjadi satpam.
Suasana kerja di pabrik rokok itu, bagi Ani, sangat manusiawi. Bos dan buruh saling akrab. Hubungan sesama buruh bahkan terbangun nuansa kekeluargaan yang begitu hangat.
Beban kerjanya pun manusiawi. Dengan sistem borongan, Ani mengaku bisa pulang tak sampai petang. Itu memungkinkannya untuk memiliki banyak waktu untuk tetap menjalankan perannya sebagai ibu dan istri.
Juru Bicara Komunitas Kretek, Rizky Benang
Leave a Reply