
Kudus, Jawa Tengah, memang menjadi kota yang menaruh hormat besar pada tembakau. Mereka membangun monumen Kota Kretek, juga menciptakan tari bernama Tari Kretek
***
Rokok kretek adalah budaya Indonesia yang ibarat dianaktirikan oleh ibunya sendiri. Bukti paling mudahnya, coba saja klik kata rokok di mesin pencari internet. Yang muncul itu di halaman depan bukan sejarahnya, budaya, atau rokok kretek yang khas, melainkan lebih sering bicara soal bahaya.
Tari Kretek Kudus: Terinspirasi dari Pembuatan Rokok Kretek
Berbicara kretek tidak bisa pisah dari Kota Kudus, Jawa Tengah. Di sana lah kretek lahir hingga mengakar sebagai bentuk kesenian: tari.
Sebuah tarian yang menceritakan proses lahirnya kretek dari tangan-tangan hebat di baliknya.
Penciptanya adalah seniman bernama Endang dan Supriyadi. Inspirasinya sederhana: mengambil cerita yang begitu dekat dengan kehidupan masyarakat Kudus, yaitu tentang bagiamana cara melipat rokok, cara membatil (menggunting ujung-ujung rokok), hingga pengepakan.
Karena memang perekonomian tempat Sunan Kudus bersemayam ini ditopang oleh Industri Hasil Tembakau (IHT). Sehingga menaruh penghormatan besar pada pertembakauan.
Dari Tari Mbathil, Jadi Tari Kretek
Tari Kretek khas Kudus mulai populer sekitar tahun 1985. Tetapi pada awal penciptaannya, kesenian tari ini bernama Tari Mbathil: mengambil salah satu proses pembuata kretek seperti disinggung sebelumnya.
Alasan penggantian menjadi Tari Kretek sebenarnya sederhana. Karena kretek lebih dekat di telinga masyarakat ketimbang “mbathil”.
Dalam pementasannya, Tari Kretek Kudus ini biasanya akan diiringi musik gamelan Jawa dengan laras pelog lancaran, berpadu dengan lantunan tembang Kinanti Kota Kretek.
Suasana semakin hidup dengan kehadiran berbagai instrumen tradisional seperti terbang papat, jedor, bonang, saron, slentem, demung, kendang bem, kendang ciblon, dan ketipung.
Cerminan Harmoni
Para penari tampil anggun dengan busana khas yang sarat makna. Mereka mengenakan caping kalo, konde ayu, cunduk, suweng markis, serta kalung susun renteng sembilan yang melambangkan Wali Sanga.
Selain itu, terdapat pula bros lima sebagai simbol Rukun Islam, serta aksesoris seperti gelang lungwi, kebaya kartinian, selendang lurik, stagen, idep kalung susun pitu, jarik Laseman, celana rancingan kuning, epek timang (sabuk), dan gesper.
Dengan alur yang mengalir lembut, tarian ini tidak hanya menggambarkan proses pembuatan rokok kretek, tetapi juga mencerminkan harmoni antara tradisi, kerja keras, dan kearifan lokal yang terus diwariskan.
Mengutip dari laman resmi Kemdikbud, sejak 2024 Tari Kretek tercatat sebagai salah satu warisan budaya tak benda asal Kabupaten Kudus.
Juru Bicara Komunitas Kretek, Rizky Benang
BACA JUGA: Museum Kretek, Situs Sejarah Budaya Kudus
Leave a Reply