Press ESC to close

Riset: Merokok Tidak Berkaitan dengan Kanker Paru-paru

Kampanye antirokok di Indonesia selalu menyebutkan kalau merokok adalah penyebab utama timbulnya kanker paru-paru. Mereka selalu mengaitkan orang yang menderita kanker paru-paru pasti karena merokok, padahal tidak semua begitu. Dalam buku In Defense of Smoker, Lauren A. Colby menemukan data-data kalau di beberapa negara justru angka penderita kanker yang merokok justru lebih kecil dibanding yang tidak merokok.

Menurut colby, kita tahu tak tak semua perokok menderita kanker paru-paru. Sebaliknya kita juga tahu, banyak orang yang tidak merokok sepanjang hidupnya, namun justru sakit kanker paru-paru di usia dini dan meninggal karena sakit itu. Namun kampanye brutal antirokok tidak bakal menampilkan itu.

Melalui penelitiannya pada statistik “The Oxfort Atlas of the World” (1992) tentang tingkat kosumsi rokok di banyak negara, lalu membandingkannya dengan laporan Bank Dunia (1990) terkait tingkat prevelensi penyakit kanker di sejumlah negara, Colby menemukan hal sebaliknya dari kampanye antirokok.

Dalam laporan itu, Colby menemukan fakta, bahwa Jepang, seperti juga Hongaria, adalah negara yang memiliki tingkat rata-rata kosumsi rokok tertinggi di dunia. Namun, Ia menemukan kalau masyarakat yang memiliki angka rata-rata merokok tinggi, seperti orang Jepang dan China sangatlah sehat.

Baca Juga:  Perda KTR dan Kesadaran Pemerintah

Maka, dalam penilaiannya terhadap laporan itu, merokok tidaklah berkaitan langsung dengan penyebab kanker. Karena, bila merokok pasti menjadi penyebab kanker paru-paru, tentu rasio penderita kanker di  kedua negara yang dihuni banyak perokok berat pasti memiliki prosentase tinggi. Namun hal itu tidak terjadi.

Hal ini tentu membalikkan pernyataan pada kampanye-kampanye antirokok yang menyebutkan kalau merokok adalah pasti penyebab kanker. Sayang, aktivis antirokok tidak pernah mau melihat fakta-fakta seperti ini dan terus saja memberi dogma bahwa merokok adalah perbuatan jahat. Titik.

Farhan Fuadi

Farhan Fuadi

Mahasiswa, aktif di Lingkar Studi Aksi untuk Demokrasi Indonesia. Karena urusan perut adalah yang utama, maka kedaulatan pangan perlu dijaga.