Press ESC to close

Ketika Muhammadiyah Menyerukan Perang Kepada Rokok

Entah kenapa kian hari masyarakat kita semakin panasan dan cepat emosian. Sedikit-sedikit diselesaikan dengan cara hajar, bakar, atau perang. Entah kata-kata diungkapkan secara harfiah maupun kiasan belaka. Yang pasti, tingkat salng menghargai di antara masyarakat semakin mengkhawatirkan.

Pun ketika Muhammadiyah, melalui sebuah badan bernama Muhammadiyah Tobacco Control Center menyerukan kata perang terhadap rokok. Tidak hanya bergidik ngeri, tapi saya juga mengkhawatirkan perang macam apa yang bakal ditawarkan oleh mereka. Mengingat perang terhadap penista agama yang pernah digarap oleh kelompok (hampir) sejenis telah menjadikan masyarakat jengah pada hal-hal seperti itu.

Perang ini diserukan oleh Muhammadiyah dengan dalih perlindungan bagi generasi muda Indonesia. Menurut mereka, prevalensi perokok di bawah umur kian hari kian meningkat. Aturan yang sudah ada dirasa belum cukup untuk menanggulanginya. Karena itu, mereka mendorong pemerintah tegas memerangi rokok agar masalah di atas dapat diselesaikan.

Menariknya lagi, satu instrumen yang bisa digunakan untuk memerangi rokok adalah dengan menaikkan cukai rokok setinggi-tingginya, sebesar-besarnya. Jadi, apapun masalah yang didapat dari rokok, solusinya adalah menaikkan cukai. Padahal ya nggak gitu-gitu juga.

Baca Juga:  Ketika Rokok Cethe Menjadi Ajang Kampanye Politik

Dalih seperti tadi saya kira terlalu sembrono jika harus dijadikan alasan perang. Bahwa menurunkan prevalensi perokok di bawah umur memang menjadi hal yang perlu digalakkan. Tapi solusi dari perkara ini tentu bukan dengan menaikkan cukai setinggi-tingginya.

Perlu diingat, sebenarnya kita sudah punya aturan yang cukup untuk menanggulangi perkara tadi. Hanya saja, pelaksanaannya yang tidak efektif. Karena itu, ketimbang menambah keruh aturan yang sudah ada, alangkah lebih baiknya jika menegakkan aturan lebih diupayakan.

Buat urusan teknisnya jadi lebih detail, misal dengan menunjukkan KTP jika ingin membeli rokok. Saya kira, para perokok tidak bakal bermasalah dengan hal ini. Toh dalam aturan yang boleh merokok hanya orang di atas usia 18 tahun. Kalau di bawah itu ya, tentu tidak dibolehkan membeli rokok.

Kemudian, beri sosialiasi dan ‘penekanan’ pada para penjual agar tidak membolehkan orang di bawah usia 18 tahun membeli rokok. Kalau ada yang melakukan, tindak tegas dengan sanksi. Dan, jika memang ada yang namanya satgas pengendalian tembakau, ya digunakanlah untuk mengawasi hal ini.

Baca Juga:  Perda KTR Tak Akan Efektif Tanpa Infrastruktur Ruang Merokok

Mau cukai dinaikkan berapapun harganya, mau penjual tidak menampilkan rokok di toko, iklan rokok sama sekali dihentikan di televisi, tetap saja bakal ada orang di bawah umur yang membeli rokok kalau aturan pembelian tidak dilakukan secara tegas.

Agaknya hal-hal macam ini juga perlu dipahami oleh para pemuka Muhammadiyah agar mereka tak lagi keliru dalam menentukan sikap soal rokok. Sikap dan seruan harus dipikir secara masak. Kalau ada masalah, ya coba dicarikan solusi terbaik. Jangan dikit-dikit ngajak perang. Jangan sampai, hanya karena kekeliruan seperti ini banyak orang terancam hidupnya.

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit