Anggapan bahwa diskon yang diberikan perusahaan rokok terhadap konsumen merugikan negara itu mengada-ada. Bagaimana mungkin diskon rokok yang pada dasarnya (setidaknya sedikit) menguntungkan konsumen ini dianggap merugikan. Padahal, kalau ada yang harus dituduh merugi, tentu saja perusahaan rokok yang memberikan.
Karena itulah, ketika kelompok antirokok menaikkan wacana ini ke publik, saya terheran dari mana cacat logika itu berasal. Mengingat berapa pun harga yang harus dibeli konsumen, negara serta daerah tetap mendapatkan keuntungan tanpa diskon. Baik itu cukai, pajak daerah, serta PPN tidak berkurang meski ada diskon harga buat produk rokok.
Begini, berapa pun diskon yang diberikan, cukai adalah tipikal pungutan yang dibayarkan di muka. Artinya, setelah pita cukai dibeli, berapa pun harga jual yang diberikan perusahaan, tidak akan mempengaruhi penerimaan cukai. Toh patokan pungutan cukai didasarkan pada Harga Jual Eceran, dan angka HJE tidak berubah walau produk di jual lebih murah.
Pun dengan pajak daerah dan PPN yang dipungut dari sebatang rokok. Jika PPN didasari pada 9,1% HJE, maka pajak daerah dipungut berdasar 10% besaran cukai. Jadi, berapa pun diskon rokok diberikan, tidak mempengaruhi penerimaan negara dari rokok.
Meski begitu, ada-ada saja memang cara antirokok ini berpikir. Mereka melompat lebih jauh lagi dari persoalan penerimaan dari rokok ke arah penerimaan dari perusahaan rokok. Jadi, kerugian yang dianggap terjadi adalah karena jumlah setoran Pajak Penghasilan Badan dari perusahaan bakal berkurang seiring berkurangnya penerimaan mereka.
Jujur, saya tidak menyangka mereka bisa berpikir semelompat ini ketika membicarakan perkara diskon rokok. Ya jika dilihat sekilas memang PPh badan dari perusahaan rokok bakal berkurang karena diskon rokok. Namun ada satu logika yang dilompati oleh mereka, yakni kerugian yang juga harus ditanggung perusahaan karena hal tersebut.
Yap, pihak yang harusnya dianggap merugi karena diskon harga ini tentu saja pabrikan. Perlu diingat, pungutan dari cukai, pajak daerah, dan PPN saja sudah mencapai kisaran 65% HJE. Artinya, dari sisa 35% yang juga digunakan untuk biaya produksi dan sedikit keuntungan, mereka harus menyisihkan sebagian besar lagi untuk memberikan diskon harga.
Perlu dipahami kalau diskon harga ini diberikan selain untuk membantu konsumen, juga agar produk mereka bisa tetap terserap pasar. Jika kemudian produk mereka tersendat karena pasar tidak mampu menjangkaunya, pihak yang paling merugi juga negara. Karena tanpa produk terjual, perusahaan tidak bakal mengambil pita cukai dalam skala besar, menurunkan produksi, dan akhirnya negara merugi.
Karenanya, wacana akal-akalan diskon rokok merugikan negara ini tidak perlu dibahas lagi. Selain tidak produktif untuk perekonomian, juga cacat secara pemikiran karena menggunakan logika yang melompat-lompat. Kalau memang tidak paham perkara ekonomi harusnya ya tidak perlu ngomong sembarangan.
Lagipula, memberikan diskon harga kepada konsumen adalah hak produsen. Selain tidak dilarang secara hukum, hal ini juga menjadikan persaingan yang sehat antar produk. Kalau ada persaingan sehat antar produsen, apa pun produknya, yang diuntungkan tentu saja konsumen.
- Melindungi Anak adalah Dalih Memberangus Sektor Kretek - 29 May 2024
- Apakah Merokok di Bulan Puasa Haram? - 20 March 2024
- Betapa Mudahnya Membeli Rokok Ilegal di Warung Madura - 23 February 2024