Search
rokok kuli

Sebenarnya Apa Sih Dampak Negatif Rokok?

Beragam narasi tentang rokok bertebaran di segala penjuru. Kontra narasi yang menunjukkan asumsi-asumsi tentang dampak negatif rokok menjadi momok diskriminasi para perokok oleh kaum-kaum yang anti rokok. Merokok dianggap dapat menyebabkan kanker paru-paru, gangguan kehamilan, impoten hingga dianggap menjadi salah satu yang dapat menyebarkan Covid-19.

Tuduhan diatas seolah mengaburkan faktor-faktor lain yang menyebabkan seorang terkena penyakit. Kita kemudian tidak menyadari bahwa ada banyak hal lain yang menjadi faktor terkena beragam penyakit seperti udara yang tercemar akibat debu dan paparan asap pabrik yang tersebar bebas di angkasa. Indonesia bahkan memiliki indikator kualitas udara yang semakin tahun semakin rendah.

Greenpeace mencatat ada lebih dari 9.000 jiwa yang mati akibat terpapar polusi udara yang buruk. Hal ini disebabkan oleh knalpot kendaraan dan debu yang terjadi di Jakarta, Surabaya, Denpasar dan Bandung dengan total kerugian mencapai 23 Triliun atau 26 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Belum lagi polusi udara yang disebabkan oleh kebakaran hutan di Kalimantan yang luasnya 27 kali lebih lebar dari DKI Jakarta.

Kita harusnya memandang polusi udara akibat kendaran dan kebakaran hutan sebagai permasalahan yang serius serta mengawal segala bentuk regulasi pemerintah. Bukannya mempermasalahkan dampak negatif rokok yang terbilang tidak masuk akal.

Baca Juga:  Soal Tarif Cukai, Pemerintah Terus Menuai Teguran

Wanda Hamilton dalam bukunya Nicotine War: Perang Nikotin dan Para Pedagang Obat telah membuktikan bahwa adanya narasi anti rokok dengan dasar penelitian tentang banyaknya penderita kanker yang disebabkan oleh rokok adalah ganjil dan merupakan pesanan dari banyak pihak yang memiliki kepentingan di industri farmasi demi menjajakan produknya.

Saat ini dampak negatif rokok bahkan ditempel dibungkus rokok. Hal ini adalah upaya penerapan regulasi untuk membatasi jumlah perokok. Namun, jika kita melihat indeks perokok yang naik, terbukti bahwa peringatan tersebut bukanlah solusi jitu untuk menghentikan aktivitas merokok

Begitupula dengan iklan rokok yang kini sedang dipermasalahkan oleh pihak anti rokok. Iklan dianggap bisa membuat seorang ingin membeli rokok padahal itu tidak benar bahkan dirasa berlebihan.

Merokok adalah pilihan dewasa bukan tentang candu, merokok juga adalah tentang habit atau kebiasaan seseorang untuk menghilangkan stress atau penat karena seharian bekerja. Merokok adalah tentang pride atas tembakau sebagai bagian dari warisan nenek moyang yang bisa membantu ekonomi negara dengan menyumbang cukai dan pajak rokok.

Sebagai perokok, penting bagi kita untuk merespon secara kritis atas narasi dampak negatif rokok yang selama ini cacat logika. Saya rasa daripada mendiskreditkan perokok lebih baik fokus terhadap penerapan regulasi tentang pembuatan ruang khusus merokok karena hal tersebut sudah menjadi hak bagi perokok yang tertib membayar pajak dari sebatang rokok.

Baca Juga:  Perlawanan Kementerian Dalam Revisi PP 109/2012

Pemerintah seharusnya juga tidak ikut andil dalam narasi yang memecah belah kelompok, karena pemerintahan yang baik adalah yang adil dan toleran. Toh, perokok juga akan bisa menempatkan dirinya dan menjalankan kewajibannya dengan baik apabila hak-haknya dipenuhi.

Pemerintah semestinya mengembangkan tembakau untuk menjadikannya sumber ekonomi masyarakat yang berdaulat. Kita harus adil sejak dalam pikiran, kita harus tumbuh sebagai bangsa yang berdaulat.

Sudahkah kita menjadi masyarakat yang berdaulat, mandiri dan bermartabat? Saya rasa belum, selagi negara masih ikut mengurusi kegiatan santai–hingga kelak mungkin juga mengurusi posisi tidur rakyatnya, artinya kita masih dijajah.