
Pemilik Warung Madura dekat kos saya akhir-akhir mengeluh karena daya beli rokok masyarakat menurun. Bahkan daya beli terhadap bahan pokok juga.
Dari lingkungan terkecil saya pun seperti di tongkrongan juga terbukti, kawan-kawan saya banyak sekali yang beralih ke rokok murah, seperti sigaret kretek tangan (SKT), misalnya Tenor, Win Berry, Gajah Baru.
Padahal biasanya kawan-kawan saya itu sering membeli sigaret kretek mesin (SKM), misal LA dan Gudang Garam. Pada akhirnya. Mereka kini menjadi konsumen rokok murah.
Mereka yang biasanya baru akan beli rokok murah di akhir bulan, kini awal bulan pun sudah beli rokok murah.
Sambatan warung Madura bukan hal remeh
Penyebabnya beragam, ada yang kehilangan pekerjaan, uang kiriman dari orang tuanya menurun karena telat turun gaji bahkan PHK, ada juga yang meluapkan kekesalan kepada pemerintah dengan tidak membeli rokok yang bercukai.
Saya sendiri pun sama. Akhir-akhir ini rokok harian saya ya SKT, karena lebih murah. Sesekali juga lintingan.
Jika ditilik, turunnya daya beli rokok ini terjadi selama dua tahun ke belakang.
Fenomena ini tentunya bukan hal remeh. Karena biasanya ketika menjelang lebaran, daya beli masyarakat menjadi tinggi, termasuk belanja rokok. Itu artinya ekonomi Indonesia memang sedang rapuh.
Makan Bergizi Gratis di balik keluhan warung Madura
Menurut Ekonom sekaligus pengajar di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, kebijakan-kebijakan populis menjadi beban bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Beberapa program populis yang Achmad maksud antara lain Makan Bergizi Gratis, subsidi energi, bantuan langsung tunai dan bantuan sosial, hingga pembangunan infrastruktur megah seperti Ibu Kota Nusantara (IKN) yang tidak produktif.
Kesimpulannya, yang paling berpengaruh terhadap kemiskinan sebenarnya pemerintah sendiri. Pasalnya, akibat kebijakan-kebijakan populis itu, pemerintah sampai melakukan efisiensi, PHK di mana-mana, akses lapangan kerja sulit karena pabrik banyak yang bangkrut dan investor banyak yang kabur.
Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) selalu menyalahkan rokok sebagai penyebab kemiskinan di Indonesia!
Pemerintah menjadi penyebab utama rapuhnya ekonomi
Menurut Edy Burmansyah, penulis buku “Sejarah Kebijakan Fiskal dan Pengelolaan Utang Pemerintah” dalam diskusi di Akademi Bahagia pada, 12 Maret 2025, perputaran ekonomi seperti UMK lah yang justru membuat perputaran ekonomi di masyarakat hidup.
“Pemerintah banyak berhutang, pemerintah sering kali mengalami defisit anggaran demi projek yang katanya membantu pertumbuhan ekonomi tetap hidup. Tetapi justru yang terjadi adalah mereka menjadi beban, karena sejatinya yang menghidupkan perekonomian masyatakat itu adalah UMKM (seperti warung Madura),” katanya.
Dari pernyataan Edy bisa disimpulkan, daya beli rokok di warung Madura menjadi bukti bahwa ekonomi Indonesia sedang rapuh akibat kebijakan-kebijakan populis pemerintah yang menyebabkan efek domino di masyarakat.
Juru Bicara Komunitas Kretek, Rizky Benang
BACA JUGA: Alasan Etalase Rokok Warung Madura Selalu Tertata Rapi
- Sejarah dan Alasan Hari Kretek Diperingati 3 Oktober Bukan di Tanggal Awal Peracikannya oleh H. Djamhari - 24 April 2025
- Merokok Tidak Ada Hubungannya dengan Moral, Karena Ada yang Nggak Merokok tapi Korupsi - 21 April 2025
- Hubungan Pabrik Rokok dengan Konsumen Disebut kayak Budak dan Majikan, Padahal Bentuk Nyata Slogan “Dari Rakyat untuk Rakyat” - 16 April 2025
Leave a Reply