
Merokok di beberapa kawasan di Jakarta terancam denda Rp250 ribu…
Rokok adalah produk legal yang telah diatur dalam Undang-undang. Bukan hanya soal tata niaganya, termasuk juga soal aktivitas mengonsumsinya. Regulasi yang mengikat produk legal ini didasari asas untuk memberi rasa keadilan bagi semua pihak.
Namun, dalam praktiknya, aturan yang dibuat untuk perokok dan non-perokok, sering kali berat sebelah. Misalnya, Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda KTR) Jakarta, hanya fokus menentukan denda. Sedangkan hak perokok tidak dipenuhi, bahkan industrinya dibatasi untuk tumbuh.
Denda merokok dan jualan rokok di Jakarta
Mengutip dari berbagai sumber, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Anis Ruspitawati, dan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ovi Norfiana, menegaskan denda dan sanksi sosial bagi perokok yang kedapatan ngebul di KTR sebagai bentuk efek jera–yang katanya tidak memberatkan masyarakat.
Selain itu, mengiklankan, mempromosikan, memberi sponsor, menjual, atau membeli rokok di KTR mendapat denda Rp1 juta. Sedangkan mengiklankan atau memberi sponsor rokok di KTR dijatuhi denda Rp50 juta. Sedangkan memajang produk rokok di KTR dendanya adalah Rp10 juta.
Anehnya, anggota Komisi E DPRD Jakarta, sekaligus Ketua Panitia Khusus (Pansus) Ranperda KTR, Farah Savira mengatakan denda Rp250 ribu tidak muncul sembarang secara tiba-tiba. Farah mengaku aturan tersebut tidak dibuat oleh Pansus, melainkan dari PP No 28 tahun 2024.
Padahal, dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 Pasal 443 mengenai Kawasan Tanpa Rokok, tidak tertuang satu pun kalimat yang menyinggung soal denda. Lalu dari mana landasan denda yang ingin diterapkan Farah Savira ini?
Perampokan kepada rakyat kecil
Banyak kaum miskin kota yang menggantungkan rezeki di Ibu kota. Dari mulai pedagang kaki lima, ART, buruh kasar, nelayan, dan masih banyak lagi. Mereka semua hidup dengan hiruk pikuk Jakarta yang tak ramah.
Di sela-sela mencari rezeki di Ibu kota, banyak kaum miskin kota menghibur diri dengan merokok. Karena cuma itu satu-satunya hiburan yang terjangkau untuk melupakan beban hidup walau sejenak.
Akan tetapi, jika Ranperda KTR Jakarta akan segera disahkan, hukum ini hanya tumpul ke bawah. Bahkan sejak awal juga memang sudah berat sebelah. Dan bisa-bisanya mereka bilang denda tersebut tidak akan memberatkan masyarakat.
Padahal, menurut Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita, ekonomi kelas menengah dan bawah sedang lesu. Ekonomi sedang amburadul. Di tengah situasi ini, pemerintah malah mengurusi denda. Sangat tidak substansial.
Jika Ranperda KTR Jakarta disahkan…
Jika Ranperda KTR Jakarta disahkan, maka kota lain juga akan mengikuti sanksi dan denda yang diterapkan
Pasalnya, Jakarta adalah barometer bagi kota lainnya. Apa pun kebijakan kota ini kemungkinan besar ditiru kota lain, atau bisa jadi diinstruksikan.
Masalahnya, Ranperda KTR ini berat sebelah dan justru berportensi mematikan Industri Hasil Tembakau (IHT). Ketika aturan yang tidak adil ini resmi diterapkan, maka hanya tinggal menunggu kehancuran IHT di berbagai kota, dan kemiskinan akan merajalela.
Rokok memang legal, tapi hukum tanpa keadilan adalah jebakan.
Juru Bicara Komunitas Kretek, Rizky Benang
- Rokok yang Dihisap Hadi (Fedi Nuril) dalam Film “Pangku” dan Jangan Ditiru! - 15 November 2025
- Soeharto: Bapak dari “Pencekik” Petani Cengkeh Bisa-bisanya Jadi Pahlawan Nasional - 10 November 2025
- Kopi Pangku hingga Asap Kretek di Pantura, Potret Perjuangan Hidup yang Tak Bisa Disikapi Pakai Urusan Moral Belaka - 10 November 2025
Leave a Reply