Press ESC to close

Pabrik Rokok Jadi Tempat Para Janda dan Perempuan Tua Mencari Rupiah, Jadi Pahlawan Keluarga dan Negara

Jumat, 3 Oktober 2025, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengunjungi pabrik Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan 3 di Desa Megawon, Kec Jati,Kudus, Jawa Tengah.

Pabrik rokok tersebut berada di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT). Sebuah kawasan yang didesain untuk memproduksi rokok kretek. Dalam kunjungan tersebut, Menkeu Purbaya meninjau proses produksi rokok kretek dan  mencoba langsung melinting rokok, dibantu para  buruh.

Kedatangan Purbaya disambut hangat oleh buruh linting perempuan. Alhasil, Menkeu jadi tempat keluh kesah dan curhat para buruh.

“Nganu Pak, niki pabrik rondo. Pabrik janda, Pak,” ucap seorang buruh perempuan linting.

“Suaminya ke mana bu?” tanya Purbya.

“Meninggal, Pak. Sudah meninggal.”

“Oh meninggal.”

“Kasihan pak, Bos Sukris (pemilik pabrik) nampung orang tua-tua, nampung janda-janda, Pak.”

Percakapan itu begitu ngena di hati meski berlangsung dengan suasana penuh canda. Bayangkan, tanpa pabrik rokok–industri hasil tembakau–para perempuan pejuang tunggal itu belum tentu terserap kerja. Apalagi jika sudah berumur.

Buruh linting SKT nyaris semua perempuan

Pabrik rokok SKT menjadi oase di tengah sulitnya mencari pekerjaan di Indonesia. Apalagi bagi perempuan (apapun statusnya (janda atau bukan), berapapun usianya).

Pasalnya, diakui atau tidak. Menjadi perempuan di Indonesia itu sulit. Dari mulai stereotip fisik, budaya, moral, semuanya begitu mengekang. Termasuk dalam konteks bekerja.

Banyak perusahaan yang tidak menerima perempuan karena usianya. Karena ditakutkan apabila usianya sudah menjelang tiga puluh tahunan, ia akan sibuk berkeluarga.

Baca Juga:  Dana Pajak Rokok yang Turut Dinikmati Pihak Kesehatan

Tapi itu berbeda dengan pabrik rokok SKT. Menjadi buruh linting tak perlu memenuhi syarat tidak aneh-aneh. Tidak perlu ijazah, tak ada batasan usia, gaji di atas UMR.

Itulah sebabnya, buruh linting perempuan itu usia dan latar belakangnya sangat beragam. Karena memang syaratnya cuma satu, yakni mau belajar melinting. Alias, pabrik rokok menerima buruh dari nol.

Termasuk janda. Status sosial yang sering direndahkan. Para janda sering kali kesusahan mencari rupiah. Padahal banyak janda yang jadi tulang punggung keluarga.

Mereka sulit nyari kerja karena faktor usia dan dianggap tidak akan sanggup bekerja. Tapi di pabrik rokok–mereka ditampung. Seperti halnya curhatan para buruh ke pak Purbaya.

Buruh perempuan linting adalah pahlawan bagi keluarga dan negara

Banyak sekali buruh linting perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga.  Alasannya beragam, baik itu karena keadaan ekonomi, ditinggal suami (cerai atau meninggal). Ada juga perempuan sepuh yang butuh pekerjaan tapi tidak diterima di mana-mana.

Dari sinilah peran mereka menjadi pahlawan. Karena tidak hanya membuat dapur ngebul. Mereka juga adalah pihak kedua setelah petani, yang membuat negara mempunyai kekayaan ratusan triliun dari cukai rokok.

Tanpa buruh linting, rokok tidak akan bisa diproduksi. Tapi entah mengapa, negara tidak peduli kepada pahlawan cukai yang berperan sebagai buruh ini.

Baca Juga:  Membela Zaskia Adya Mecca: Merokok Adalah Hak

Komunitas Kretek dan Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) juga pernah mengunjungi pabrik rokok–seperti halnya Menkeu Purbaya.

Keluh kesah para pelaku di balik produk SKT itu pun sama: Betapa tidak adilnya negara kepada industri kretek. Bagi mereka, bisnis rokok itu seperti judi: pabrik harus membayar cukai dulu, urusan laku atau tidak, negara tidak peduli.

Maka, kedatangan Menkeu Purbaya ke pabrik rokok menjadi angin segar. Karena selain mempelajari pola industri kretek, Purbaya juga datang untuk mengubah pabrik rokok ilegal menjadi legal.

Itu artinya, akan ada banyak lagi buruh linting perempuan yang akan terserap. Mengurangi pengangguran.

Juru Bicara Komunitas Kretek, RIzky Benang

BACA JUGA: Ada Donor Asing untuk Menentang Wacana Purbaya Turunkan Cukai Rokok

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *