Siapa sih yang gak kenal Bahar bin Smith? Yes, Habib Bahar, sapaan akrabnya, adalah seorang sosok yang eksentrik. Eksentrik bukan hanya karena perawakannya saja, tapi juga dari gaya bicara dan pernyataan-pernyataannya. Beberapa waktu lalu Habib Bahar bicara soal perokok dan perkara mimpi bertemu Nabi.
Jadi, sekali waktu beliau mengafirmasi bahwa dirinya belum dapat bertemu kanjeng Nabi lantaran masih suka merokok. Ada satu cukilan kitab yang dipaparkannya pada kanal YouTube Refly Harun yang kemudian ramai di media, bahwa kitab tersebut meriwayatkan tentang urungnya niat Nabi masuk ke dalam rumah seorang umat karena terdapat tembakau di saku pemilik rumah yang sedang bermaulid itu.
Tidak hanya atas dasar itu, Habib Bahar juga sempat menanyakan kepada gurunya perihal kenapa dia sulit bertemu Rasulullah di dalam mimpi. Dalam penuturannya, disebutkan kalau Rasulullah itu paling benci sama rokok sehingga menjadi penghalang Habib Bahar yang merupakan perokok untuk bertemu dengan kanjeng Nabi di mimpi.
Bagi saya ini suatu isyarat yang paradoks, mengingat dalam penuturan itu menggunakan frasa ‘paling benci’. Seakan-akan rokok itu sesuatu yang lebih merusak dibandingkan dengan sifat dengki dan dendam yang tergolong penyakit hati.
Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda: “Dengki itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” Sementara rokok dibakar bukan untuk memusnahkan kebaikan, justru dari produk tersebut banyak saudara-saudara kita mendapatkan kebaikan secara ekonomi, tidak sedikit petani yang sukses ke tanah suci dari duit tembakau loh, Lur.
Haiya, di dalam kultur masyarakat kita yang dianugerahi kekayaan tembakau beragam jenis, sebagaimana kemajemukan khazanah budaya Nusantara, tentu saja tembakau adalah anugerah yang patut disyukuri. Cara mensyukurinya ya cukup diolah dengan baik dan dikelola hasilnya untuk kemaslahatan banyak orang.
Tak dipungkiri, tembakau tercatat punya manfaat medis. Banyak literatur penelitian yang mengungkap fakta ini. Bahan baku kretek lainnya, yakni cengkeh, tercatat pula memiliki manfaat medis. Maka itu cengkeh kerap digunakan sebagai bumbu penyedap masakan serta menjadi komponen penjinak unsur nikotin pada tembakau di dalam produk kretek. Bilamana cengkeh ataupula tembakau tidak dimuliakan sisi faedahnya, tentu sama halnya dengan mengingkari anugerah dari yang Maha Kuasa.
“Sombong amat manusia Indonesia, dikasih tanaman bermanfaat kok disia-siakan”, begitulah kira-kira nalar anak pasar yang dhaif ini dalam bersangka baik terhadap Dia sang pemberi rejeki.
Gampangnya, justru kalau produk tembakau itu jadi bikin putusnya silaturahmi, menimbulkan kebencian antar sesama, ya sia-sia dong anugerah tadi. Mengingat lagi yang disabdakan Nabi melalui HR. Bukhari dan Muslim; “Janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling memutuskan hubungan, janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling memperdaya, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”
Jikalau tembakau malah bikin perpecahan antar saudara dan saling memperdaya antar sesama, jelas dong kanjeng Nabi tidak suka. Sebagai saudara sebangsa, atas dasar lagu kebangsaan yang sama dan syahadat yang sama, saya rasa Habib Bahar dapat paham logika sederhana ini dengan baik.
Selama ini, rokok ataupun tembakau kerap menjadi sarana perekat sosial. Pada kenduri dan acara tahlil di masyarakat, rokok menjadi medium rekreatif, pula mempererat tali silaturahmi. Btw, saya yang keturunan Nabi Adam, alhamdulillah, belum juga pernah bertemu beliau di mimpi. Duh, apalagi bertemu rasulullah di mimpi, mengharapkannya saja saya sudah malu.
Balik ke soal Habib Bahar, si perokok eksentrik. Perihal belum bertemu kanjeng Nabi lantaran masih merokok dan rokok dianggap membawa kerusakan, ya baiknya dibawa santai aja sih, gak perlu overthinking juga. Semua dikembalikan lagi ke niat. Selagi itu untuk kebaikan, why not?
Tak hanya produk tembakau yang kerap menimbulkan kontroversi, satu anugerah ajaib yang kita miliki adalah perkara tafsir ya, Bib. Mungkin saja, kanjeng Nabi urung masuk ke rumah seseorang dalam riwayat di atas, lantaran tembakau itu cuma dikantongin doang, tidak berfaedah apa-apa dong. Coba, kalau diuangkan atau dilinting dulu deh, puntung dibuang pada tempatnya, pokoknya sesuai adab gitu.
Isyarat adab semacam itu juga bagian dari perjuangan perokok santun loh, Bib. Tahu sendiri di era eksentrik ini kayak apa perilaku manusia yang suka menebar kebencian. Tujuan perjuangan ini bukan sekadar untuk memutus fitnah terhadap perokok yang kerap didiskriminasi, juga untuk kebaikan tembakau sebagai anugerah dari yang Maha Kuasa untuk kemaslahatan bersama.
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024