
Catatan Ekspedisis Emas Hijau Edisi Manisrenggo Klaten
Berbeda dengan dua kota sebelumnya, Temanggung dan Boyolali, tanaman tembakau di Klaten–khususnya di Manisrenggo–ditanam di dataran rendah.
Daerah Klaten yang menjadi tujuan kami adalah Desa Nangsri, Kecamatan Manisrenggo. Dari riset sebelum ekspedisi, daerah Manisrenggo lah yang dianggap penghasil tembakau terbaik di Klaten.
Namun sayangnya, kejayaan tembakau tinggal cerita. Saya merasa hampa ketika sampai di sana. Pasalnya, saya tidak melihat satu orang pun sedang menanam tembakau, meskipun ini sudah musim tanam.
Akhirnya,hanya mendapat kisah sisa-sisa kejayaan tembakau. Tanpa bisa melihat langsung ladang tembakau seperti yang kami lakukan di dua kota sebelumnya.
Monumen tembakau di Manisrenggo Klaten yang sudah terlupakan
Sama seperti di Boyolali, di Klaten pun dibangun sebuah monumen Tembakau Rajang yang diresmikan langsung oleh Ganjar Pranowo saat masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah.
Ganjar dikenal sering menghadiri tradisi tertentu di daerah-daerah penghasil tembakau. Namanya sering terdengar. Termasuk ketika perayaan Tungguk Tembakau di Boyolali.
Senjakala tembakau di Manisrenggo
Pak Agus Samijo (ketua kelompok tani di Desa Nangsri) yang kami temui, sebenarnya dia sudah memprediksi gejala buruk yang akan menimpa daerahnya.
Kala itu banyak tengkulak bermain licik. Mencampur tembakau Klaten dengan daerah lain yang kualitasnya jauh di bawah.
Akibatnya, ekosistem industri tembakau terganggu, dan kualitas tembakau dari Klaten dianggap buruk.
Selain itu, ketika pemerintah tidak henti-hentinya menaikkan cukai rokok, dampaknya juga terasa ke para petani tembakau di Manisrenggo, Klaten. Apalagi dengan citra buruk kualitas tembakau Manisrenggo, alhasil tembakau di sini tidak dilirik lagi.
Pak Agus tak bisa berbuat apa-apa. Terlebih setelahnya, Dinas Kesehatan setempat justru datang mengadakan penyuluhan terkait bahaya tembakau. Pertanian tembakaupun perlahan-lahan ditinggalkan oleh masyarakat setempat.
Kesejahteraan berubah kegetiran
Menurut Pak Agus, hampir semua kebutuhan rumah tangga, sekolah, perbaikan jalan, dan anggaran kegiatan kebudayaan di desanya didanai dari hasil panen tembakau.
“Tanah di daerah sini kan cenderung kering. Cuma tembakau yang cocok dengan lahan kami. Sebetulnya menanam cabai, bawang, dan lain-lain itu kami paksakan supaya bisa bertahan hidup. Seandainya tembakau masih bisa kami tanam, kami ingin kembali menanam,” ujar Pak Agus.
Kini ketika para petani sudah tidak bisa menanam tembakau, mereka bingung. Mau mencari uang ke mana lagi? Pasalnya, tanaman seperti cabai dan bawang tidak menentu harganya.
“Sejelek-jeleknya harga tembakau ketika sedang turun, tetap lebih menguntungkan daripada tanaman lain,” tutup Pak Agus getir.
Juru Bicara Komunitas Kretek, Rizky Benang
BACA JUGA: Harmoni di Boyolali, Perokok dan Tidak Perokok Sama-sama Hidup dari Tembakau
Leave a Reply