Press ESC to close

Mengenal Michael Bloomberg, Pendonor Kampanye Antirokok di Dunia

Michael Rubens Bloomberg lahir di Boston, Amerika Serikat, 14 Februari 1942. Bloomberg adalah salah satu orang terkaya di dunia yang berdarah Yahudi dari garis ayahnya.

Berkuliah di Jhons Hopkins dengan mengambil jurusan Teknik Elektro, ia melanjutkan kuliah pascasarjana di Harvard University dengan mengambil jurusan Business School.

Kehidupan Michael Bloomberg dipenuhi dengan kontroversi.

Perjalanan bisnis Michael Bloomberg

Michael Bloomberg mengawali bisnisnya di Wall Street dengan bekerja di Solomon Brothers. Sebuah perusahaan perdagangan ekuitas yang kemudian berkembang menjadi perusahaan sistem keuangan.

Tetapi pada tahun 1981, ia dipecat. Setelah itu ia mendirikan perusahaan pengembang perangkat lunak (software) yang diberi nama Innovatife Market System. Yang kemudian berganti nama menjadi Bloomberg LP pada 1986.

Hanya dalam beberapa tahun saja, banyak pelanggan yang memercayai perusahaan Bloomberg. Dari kesuksesan itu, ia membuat produk tambahan berupa Tradebook (platform trading), Bloomberg Messaging Service dan PR Wire Bloomberg.

Pada 2009, perusahaan ini melebarkan sayapnya ke bisnis media dengan lebih 100 kantor cabang di seluruh dunia. Hingga ia tercatar di majalah Forbes sebagai orang terkaya di New York dan paling sukses selama resesi ekonomi.

Wali kota kontroversial

Michael Bloombers tidak hanya dikenal sebagai pebisnis. Ia juga merupakan seorang politisi.

Memakai partai Republik sebagai kendaraan politiknya. Pada 2002 ia terpilih sebagai Wali Kota New York. Ia menjadi Wali Kota selama tiga periode berkat mengubah amandemen tentang aturan masa jabatan.

Dengan semua jaringan lobi dan kekayaannya, ia berhasil mempengaruhi tokoh-tokoh di AS untuk merombal peraturan Dewan Kota. Alasannya, di tengah krisis keuangan. Kapasitas Michael Bloomberg lah yang bisa mengatasinya.

Beberapa kebijakannya yang menjadi sorotan publik adalah ia mendukung hak aborsi, membantu penelitian kloning manusia, menolak hukuman mati, serta mengizinkan pernikahan sesama jenis.

Bisa dibilang, kariernya sebagai politisi sangat mulus. Ia sendiri mempunyai kiat tersendiri:

“Jika mau mencalonkan diri menjadi aparat pemerintah, akan lebih baik menjadi miliarder dulu, sehingga anda bisa fokus dalam bekerja.” Michael Bloomberg.

Pro Israel dan diskrimansi terhadap muslim

Sebagai keturunan Yahudi, memang tidak heran jika ia mendukung Israel sebagai negara yang mencaplok wilayah Palestina dengan genosida.

Baca Juga:  Mau Berhenti Merokok? Sekarang Saat yang Tepat

Selain itu, ia juga bersikap diskriminatif kepada kaum muslim di New York. Pada tahun 2001, ia mengizinkan aparat keamanan untuk memata-matai kehidupan masyarakat Muslim di New York.

Polisi memonitor dan mengumpulkan informasi dari warga New York mengenai 250 masjid, madrasah, dan bisnis di seluruh kota hanya karena agama mereka Islam. Bukan karena diduga melakukan kegiatan  yang mencurigakan.

Kenaikan harga rokok

Pada 2002, harga sebungkus rokok melonjak sampai 7 dolar. Semua itu disebabkan karena ada pajak baru. Menjadikan harga rokok di kota New York menjadi dua kali lipat harga rata-rata di Amerika saat itu.

Harapannya adalah mengurangi prevalensi perokok di New York. Lalu, sepuluh tahun kemudian, ia juga mengatur lebih ketat lagi soal area merokok.

Penyewa atau pembeli apartemen di New York harus melabeli informasi mengenai apakah di apartemen diperbolehkan merokok. Di dalam ruangan atau di luar, seperti lobi, balkon, taman atau tempat cucian.

Tujuannya untuk memberi peringatan kepada calon pembeli atau penyewa. Michael Bloomberg berlandaskan bahwa merokok menyebabkan kematian.

Urusan dagang yang berkedok kesehatan

Menurut Wanda Hamilton, propaganda antirokok merupakan bagian dari industri farmasi. Tujuannya adalah orang harus berhenti merokok, karena dianggap ketagihan nikotin.

Cara berhentinya itu melalui terapi atau obat-obatan yang diproduski perusahaan farmasi, yaitu Nicotine Replacement Therapy (NRT).

Kampanye ini gencar dilakukan sejak 1990-an, ditambah bantuan WHO yang melakukan riset berdasarkan pesanan. Data, angka, statistik, dan estimasi dimanipulasi.

Sejumlah penyakit dan kematian akibat rokok dimunculkan. Urusan dagang dibelokkan menjadi masalah kesehatan.

Setiap tahun sejak 1992, industri farmasi menjadi industri paling sukses. Menurut majalah Fortune pendapatan laba perusahaan farmasi bahkan lebih besar dari perekonomian India.

Kampanye antirokok tidak hanya merangkul WHO, tapi juga Food and Drug Administration (FDA) lembaga semacam BPOM jika di Indonesia.

Di Amerika, FDA mempunyai kekuasaan mutlak untuk menentukkan obat dan sarana medis yang beredar di AS. FDA menjadi hakim sekaligus juri. Setiap izin yang dikeluarkan oleh FDA berarti keuntungan ratusan juta dolar bagi perusahaan farmasi.

Baca Juga:  Dilarang Merokok Di Kota Layak Anak

Secara politik, menurut Wanda Hamilton, tidak ada biro pemerintah di AS yang memiliki sejarah pelanggaran dan korupsi yang begitu panjang kecuali FDA.

Michael Bloomberg adalah kepala perang anti tembakau

Bloomberg ingin menjelma sebagai pejuang kesehatan publik lewat Institute for Global Tobacco Control yang berdiri pada 1998. Lembaga itu membuat terjemahan bukti-bukti ilmiah untuk mempengaruhi kebijakan WHO mengenai masalah tembakau.

Hasil riset dan kerjasama tersebut menjadi output sebuah program bernama Framework Convention Tobacco Control (FCTC).

Semua gelontoran dana Bloomberg untuk riset kesehatan bukanlah seperti pahlawan tanpa tanda jasa. Di industri farmasi, Bloomberg menaruh orang kepercayaannya, William R, seorang direktur perusahaan farmasi bernama Novartis, sekaligus penasehat utamanya di perusahaan Bloomberg LP.

Bisnis farmasi berjalan begitu mulus. Marketingnya masuk lewat kebijakan pemerintah, penyebaran informasi lewat media dan LSM gencar dilakukan.

Hasilnya, terhitung pada 2008, industri farmasi mencetak penjualan hingga tiga miliar dollar. Namun bukan berarti siasat busuk bisnisnya tidak terendus oleh publik.

Dalam sebuah artikel berjudul “Lies, Damned Lies & 400.000 Smoking-Relating Deaths” (1998) dituliskan bahwa ilmu pengetahuan mengenai kesehatan menjadi sampah (junk science).

Penelitian mengenai tembakau dianggap terlalu cepat menyimpulkan bahwa kematian itu ditimbulkan oleh rokok.

Ilustrasinya itu, misal Gugun yang gemuk, mempunyai kolesterol tinggi, mengidap diabetes, memiliki riwayat penyakit jantung di keluarga, jarang olahraga, dan merokok. Maka ketika Gugun meninggal, ia akan disebutkan mati karena ia seorang perokok.

Juru Bicara Komunitas Kretek, Rizky Benang

BACA JUGA: Dana Bloomberg Memang Menarik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *