Kenaikan tarif cukai yang terlampau tinggi tentu akan membawa dampak buruk bagi dunia usaha. Harga jual yang mahal akan melemahkan daya beli masyarakat, yang kemudian berdampak pada penurunan jumlah produksi. Tak sampai di situ, perkara ini berlanjut ke penurunan tingkat penyerapan tembakau dan, yang paling parah, pemutusan hubungan kerja (PHK) para pekerja Industri Hasil Tembakau (IHT) secara massal. Ngeri!
Semua kengerian tersebut terjadi karena faktor kenaikan tarif cukai. Bisa-bisanya negara ini membuat regulasi dengan santai padahal dampak yang mungkin terjadi semengerikan itu.
Ancaman PHK massal bukan dongeng. Ada beberapa faktor penyebab, di antaranya adalah perkembangan teknologi, perhitungan ekonomis pasar dan kebijakan fiskal seperti kenaikan tarif cukai. Hal ini sudah bisa diprediksi oleh beberapa pakar ekonomi, dan mereka terbukti benar. Sebagai contoh, ribuan buruh pabrik rokok di Jawa Timur terancam PHK pada tahun 2020.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertras) Jawa Timur Himawan Estu Bagijo mengakui, pihaknya telah menerima laporan adanya lebih dari 2.000 pekerja di perusahaan rokok yang akan mendapatkan PHK tahun depan.
Himawan kemudian mengungkapkan alasan pabrik melakukan PHK ribuan karyawannya. Alasan utamanya, kata dia, rokok yang diproduksi pabrik tersebut tidak laku di pasaran. Sebagaimana yang sudah diprediksi tentang dampak kenaikan tarif cukai dan harga jual eceran yang terlampau tinggi.
“Pegawai Sigaret Kretek Tangan, produknya sudah nggak laku, karena pindah ke filter. Harga rokok juga naik,” ujar Himawan.
Dengan fenomena ini, pemerintah sebaiknya belajar untuk melibatkan stakeholder dalam perkara kebijakan cukai. Absennya keterlibatan para stakeholder dalam kebijakan cukai akan menghasilkan kebijakan yang jauh dari ideal karena gagal mengakomodir persoalan akar rumput. Kalkulasi dampak pun harus diperhitungkan sematang mungkin demi keseimbangan roda ekonomi.
Selama ini IHT merupakan industri yang cenderung tahan terhadap krisis. Tapi, kenaikan tarif cukai kali ini adalah yang tertinggi sepanjang sejarah. Regulasi kenaikan 23 persen perlahan bertransformasi menjadi beban industri. Beban ini pula yang memaksa industri merumahkan para karyawannya sebagai strategi efisiensi tenaga kerja. Itu baru dari karyawan, belum lagi nasib petani tembakau yang terkatung-katung.
Fakta-fakta di atas menjadi ironis mengingat program pemerintah yang menyebut akan menggenjot ekonomi dari industri yang ada di dalam negeri. Kalau PHK massal buruh terjadi, petani meradang, daya beli masyarakat rendah, apa yang sesungguhnya sedang digenjot?
- Merokok Di Rumah Sakit, Bolehkah? - 27 October 2022
- Sound Of Kretek, Wujud Cinta Bottlesmoker - 4 October 2022
- Membeli Rokok Itu Pengeluaran Mubazir? - 12 September 2022