Search
Kehadiran Satgas KTR Tak Boleh Mengebiri Hak Perokok

Betul Serius Penerapan Perda KTR Depok?

Dalam penerapan Perda KTR berulang terjadi upaya kriminalisasi terhadap perokok. Hal itu lantaran ada perokok yang melanggar aturan KTR. Upaya kriminalisasi itu diklaim para pihak sebagai bagian dari keseriusan pemerintah. Seperti halnya yang terjadi di Kota Depok, saat pihak Satpol PP bersama Dinkes Kota Depok melakukan Sidak di Balaikota Depok.

Pada kesempatan Sidak itu ada 12 perokok yang harus menjalani sidang tindak pidana ringan (Tipiring) karena kedapatan merokok di Aula Balaikota Depok. Mereka yang kedapatan merokok di lingkungan pemerintahan itu disidangkan layaknya pelaku kriminal. Seperti yang diisyaratkan dalam Perda KTR, tempat kerja maupun lingkungan pemerintahan ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Dalil itulah yang membuat 12 perokok terpaksa harus menjalani sidang Tipiring.

Dari berbagai kejadian serupa, sebetulnya upaya semacam itu tak sepenuhnya mencerminkan sikap keseriusan karena tak menjawab akar perkara pelanggaran KTR. Coba kita tilik latar penyebab terjadinya pelanggaran tersebut. Kenapa perokok jadi berlaku sembarangan dalam mengonsumsi produk legal yang menjadi sarana rekreatifnya.

Dari berbagai kasus yang terjadi, para pelanggar KTR umumnya tidak memahami secara utuh tentang Perda KTR yang menjadi landasan para pihak melakukan Sidak. Hal ini bisa saja karena tidak menyeluruh proses sosialisasi di masyarakat. Bahkan mungkin, itu salah satu bentuk pembangkangan masyarakat karena tiadanya tempat khusus merokok di kawasan tersebut.

Baca Juga:  Bambang Hartono Atlet Tertua di Asian Games 2018, Mempopulerkan Olahraga yang Bikin Tidak Cepat Pikun

Maka pertanyaannya adalah, jika memang penindakan atas pelanggaran KTR didasari keseriusan dalam penerapan Perda KTR. Mari kita telisik lagi Perda Kota Depok Nomor 03/2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Di dalam Perda tersebut dinyatakan dengan jelas pada Pasal 8 ayat 4, yang bunyinya begini; pimpinan pada tempat umum dan tempat kerja yang telah ditetapkan sebagai KTR wajib menyediakan tempat khusus untuk merokok.

Jadi yang perlu kita kritisi lebih lanjut, sudahkah keseriusan itu diimbangi dengan penyediaan tempat khusus merokok di lingkup KTR. Apabila memang pihak Pemkot Depok sudah mewujudkan penyediaan ruang bagi perokok, lantas masih saja terjadi pelanggaran KTR, maka penindakan terhadap pelanggar KTR sudah betul, meski belum tepat. Berarti dalam konteks itu, para pelanggar telah mengabaikan fungsi keberadaan ruang merokok yang telah disediakan.

Lagipun, kenapa harus langsung dikenai sanksi, kenapa tidak ada proses teguran terlebih dahulu. Agar setidaknya bisa dipahami oleh pelanggar KTR, bahwa ada satu ketetapan menyangkut Kawasan Tanpa Rokok yang harus dipatuhi. Jika hal ini dilakukan, tentunya perokok akan memahami itikad baik dari para pihak yang menginginkan terciptanya rasa nyaman bagi semua masyarakat.

Baca Juga:  Merokok Saat Berkendara Kena Tilang Elektronik?

Namun sayangnya, dalam berbagai tindak penerapan Perda KTR, otoritas kerap melalaikan upaya penyediaan ruang bagi perokok, atau mungkin bagi mereka itu jadi membenarkan masyarakat untuk merokok? Kita yang selama ini membawa semangat perokok santun tentu sepakat, bila poin-poin yang diamanatkan  regulasi telah sepenuhnya diwujudkan. Jangan sampai tindak pemberian sanksi ini jadi sekadar upaya untuk mengkriminalisasi perokok belaka. Jika kewajiban atas penyediaan ruang merokok saja tidak diwujudkan, apa itu bisa disebut serius?