Produk tembakau alternatif memang bukan sesuatu yang baru dalam upaya menggantikan posisi rokok di pasaran. Kondisi ini sudah ditengarai sejak munculnya narasi-narasi tentang kesehatan yang mendiskreditkan rokok. Seperti halnya yang populer dikenal sebagai rokok elektrik.
Rokok elektrik dan berbagai varian produk sejenis berbasis nikotin telah hadir menjadi bisnis tersendiri. Bahkan adapula produk yang juga mengandung nikotin yang tanpa perlu dibakar atau yang berbasis uap.
Di antaranya permen berkadar nikotin yang populer disebut nicorette. Produk semacam ini sudah sejak lama dikenal di pasaran. Ataupula yang berupa koyo dan berupa spray, di beberapa negara dunia produk semacam itu menjadi pilihan yang cukup diminati konsumennya.
Hampir rata-rata konsumen produk-produk tembakau alternatif itu adalah para perokok. Mereka menjadi mangsa pasar yang konon tercerahkan berkat isu kesehatan yang masif merebut nalar. Sering kali dalam upaya promosinya, produk-produk pemutakhiran nikotin itu disandingkan dengan rokok.
Kerap kali mengandalkan jargon lebih sehat daripada rokok. Meski itu semua tak sepenuhnya valid. Di era canggih ini, produsen produk alternatif berlomba-lomba bersaing membidik pasar perokok yang memang sangat potensial. Iya potensial untuk dialihkan produk konsumsinya.
Bukan lagi rahasia, kalau para produsen itu adalah perusahaan-perusahaan rokok multinasional, di antaranya Philip Morris. Selain perusahaan asal US itu, perusahaan rokok (British American Tobacco) BAT belum lama ini pun meluncurkan produk yang tak kalah saing. Produk tersebut bernama Velo, cara mengonsumsinya jauh berbeda dari aktivitas merokok.
Produk tersebut sudah diluncurkan sejak beberapa waktu lalu di Indonesia. Iya bukan lagi rahasia memang, pasar perokok di Indonesia menjadi bidikan sejak lama untuk dimonopoli oleh agenda bisnis nikotin semacam itu. Para raksasa bisnis itu berupaya memanfaatkan peluang di tengah kondisi masyarakat yang terbelah oleh paradoks kesehatan.
Tentu saja ini bisa ditengarai sebagai ancaman baru bagi para produsen rokok dalam negeri. Sebagaimana kita tahu, perusahaan rokok nasional sebagian besar memproduksi varian kretek sebagai produk unggulannya. Kehadiran wacana mengonsumsi nikotin dengan cara berbeda ini berpeluang merebut nalar konsumen sehingga tergiur untuk beralih.
Sangat potensial sekali kemudian hal ini menjadi ancaman bagi bisnis rokok nasional. Tak sedikit memang, segmen perokok yang terilusi oleh cara mengonsumsi nikotin tanpa harus mengeluarkan asap. Ini terjadi lantaran selama ini kampanye yang mendiskreditkan rokok—terutama produk kretek—yang mencap asap rokok adalah polusi bagi yang lain.
Di tengah kondisi krisis yang menimpa berbagai sendi ekonomi, pula bisnis rokok nasional akibat pandemi dan regulasi. Perusahaan rokok BAT justru berupaya mengambil ceruk lain yang hal itu berpotensi menggeser posisi produk kretek. Apalagi kini masyarakat tengah dicemaskan oleh situasi pandemi, isu kesehatan menjadi satu hal yang krusial.
Sampai di sini, pada akhirnya timbul pertanyaan kritis. Jadi, sebetulnya wacana perang nikotin yang diangkat melalui buku Nicotine War (Wanda Hamilton) terbukti sudah. Bahwa, kampanye kesehatan hanyalah cara untuk merebut pasar perokok, alih-alih menjanjikan hidup sehat bagi perokok, di baliknya justru melariskan produk berbasis nikotin. Inilah yang ditengarai bakal mengancam pasar rokok dalam negeri nantinya.
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024