Suara penolakan masyarakat terhadap RPP Kesehatan semakin kencang. Bahkan, ada elemen yang bersiap turun jalan.
Saya kerap memantau berita seputar Industri Hasil Tembakau di berbagai media online. Lalu, beberapa waktu lalu, saat saya searching berita soal Industri Hasil Tembakau, saya menemukan artikel yang berjudul Masyarakat Dukung Larangan Penjualan Rokok Dekat Sekolah.
Sontak saya kaget. Saya pun segera ingin mengetahui informasi itu. Sial ternyata berita itu click bait. Karena setelah saya baca ternyata hanya ada satu narasumber saja yang disebut-sebut sebagai masyarakat. Namanya Babe.
Tentu antara isi dengan judul tidak sah disebut produk jurnalistik, karena hanya ada satu narasumber saja yang dimasukkan, sedangkan judul diberi keterangan “masyarakat”. Memang saya mengakui dalam artikel ada yang namanya keberpihakan, tapi data dan narasumber juga harus sesuai. Jangan cuma satu terus dibilang itu sudah mewakili masyarakat. Sebab fakta di lapangan berbeda.
Larangan Penjualan Rokok Dekat Sekolah
Sedikit saya kasih konteks bahwa larangan penjualan rokok di dekat sekolah atau 200 meter dari instansi pendidikan merupakan satu dari sekian banyak pasal tembakau di RPP Kesehatan yang bermasalah. Pun mengenai larangan ini banyak pihak yang menolaknya. Dari mulai para penggiat di Industri Hasil Tembakau, para tokoh, hingga para pedagang.
Misal Dewan Periklanan Indonesia mengatakan bahwa RPP Kesehatan bisa memicu PHK di industri periklanan dan media. “Kami khawatir kalau RPP ini ditetapkan oleh pemerintah seperti draf yang pernah kami terima, kemungkinan angka itu akan semakin berkurang, menurut hitungan kita mungkin hanya akan tinggal 625.000 sampai 650.000 (pekerja) saja,” kata Rafiq dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Selasa (28/5/2024) yang dilansir dari Kompas.com.
Kemudian dari pihak lain, GAPPRI menolak RPP Kesehatan karena bisa mengancam keberlangsungan Industri Hasil Tembakau dengan segudang pasal bermasalah yang ada di dalamnya.
Pun dalam konteks penjualan rokok di dekat sekolah, alias ada zonasi 200 meter dari satuan pendidikan hal ini pun menuai banyak sekali penolakan. Karena dari sana bisa menimbulkan potensi pedagang kehilangan pundi-pundi ekonomi dari penjualan rokok.
Intinya pasal tembakau di RPP Kesehatan ini sama sekali tidak mendapatkan dukungan dari masyarakat. Komunitas Kretek pun pernah merangkumkan pihak-pihak yang memberikan penolakan atas itu dalam infografis yang tayang di Instagram beberapa waktu lalu.
Tidak Ada Dukungan dalam RPP Kesehatan
Sehingga aneh saja kalau ada media yang bilang bahwa masyarakat mendukung salah satu aturan di RPP Kesehatan. Kecuali mereka memang berasal dari pihak-pihak yang membenci rokok. Anti tembakau. Bahkan pihak-pihak itu pun, tergolong hanya sebagian kecil saja. Karena faktanya dari rokok banyak elemen yang terbantukan. Dari mulai hulu sampai hilir ikut kecipratan manfaat terutama sektor ekonomi dari industri hasil tembakau.
Pun kalau memang persoalan zonasi penjualan rokok itu menyangkut soal perokok di bawah umur, berkali-kali pemerintah sudah diberi tahu bahwa aturannya sudah dibikin, anak-anak di bawah 18 tahun belum diperbolehkan. Hanya saja di Indonesia ini memang yang menjadi PR adalah di bidang pengawasannya. Itu yang mesti dibenahi. Bukan malah mematikan industri hasil tembakau!!
Maka dari itu, sudah benar apabila ada banyak suara penolakan dan keberatan masyarakat terhadap RPP Kesehatan, khususnya di pasal tembakau. Sebab, tidak ada relevansinya dan semestinya aturan tembakau keluar dari RPP Kesehatan. Jika terus memaksa, rezim Jokowi memang tidak pernah peduli terhadap Industri Hasil Tembakau.
- Kita Harus Menghentikan Upaya Penghancuran Kretek - 5 December 2024
- 3 Hal Sederhana yang Bikin Perokok Kesal - 2 December 2024
- Untuk Pemerintah Daerah Baru Nantinya Jangan Keliru Ambil Kebijakan terhadap Industri Hasil Tembakau - 1 December 2024
Leave a Reply