Press ESC to close

Aksi Buruh Rokok di Kementerian Kesehatan adalah Bukti Bahwa Tidak ada Kebijakan yang Pro Industri Hasil Tembakau

Dari tahun ke tahun pemerintah selalu mengeluarkan regulasi yang tidak selalu berpihak pada Industri Hasil Tembakau. Katanya mereka sudah mengakomodir berbagai masukan. Katanya mereka sudah mengambil jalan tengah antara pihak pro rokok dan anti rokok. Tapi faktanya regulasi yang dikeluarkan itu selalu menyudutkan berbagai elemen di Industri Hasil Tembakau dari mulai petani, buruh, pelaku usaha, hingga perokok itu sendiri.

Kalau mau menyebutkan apa saja regulasinya tentu sangat banyak. Dari mulai disahkannya PP Nomor 109 Tahun 2012, kenaikan cukai 10% setiap tahunnya selama Jokowi memimpin, PP Nomor 28 Tahun 2024, dan belakangan yang ramai dibahas adalah Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan.

Dari berbagai regulasi yang terus menekan itu sebenarnya sudah banyak yang menolak. Hanya penolakanya mungkin sebatas melampiaskan kemuakan ke media sosial, mencoba bernegosiasi dengan pemerintah dan lain sebagainya. Tapi protes itu masih belum didengar oleh pemerintah kita.

Hingga kemarin Kamis, 10 Oktober 2024, serikat buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) melakukan aksi unjuk rasa di Kementerian Kesehatan.

Baca Juga:  Benarkah Malioboro Telah Siap Menjadi Kawasan Tanpa Rokok?

Tidak hanya dari satu kota saja, ribuan buruh itu datang dari berbagai daerah untuk menyerukan protes atas kebijakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh pemerintah di rezim Jokowi. Mereka berbondong-bondong datang ke Jakarta untuk menolak Rancangan Permenkes yang menyoal soal kemasan rokok polosan.  

Protes Buruh terhadap Kementerian Kesehatan

Mereka protes karena mata pencaharian yang selama ini mereka andalkan justru diusik oleh pemerintah. Bukan hanya diusik melainkan para buruh akan sangat bisa untuk terkena PHK. Dari situ kemudian saya berpikir, pemerintah ini acap kali menyebalkan. Mereka tidak memberikan pekerjaan yang banyak sehingga membuat masyarakat banting tulang mencari pekerjaan. Tapi begitu rakyat sudah mendapat pekerjaan, eh malah pemerintah ingin membuatnya kehilangan pekerjaan dengan regulasi yang dibuatnya. 

Dalam aksi itu pihak Kemenkes datang dan katanya mau mengakomodir aspirasi dari para demonstran. Tapi apakah ini normatif saja? Karena kabarnya R-Permenkes ini sedang dalam tahap finalisasi. Kok bisa gitu, ya?. 

Ngomong-ngomong kalau sampai aturan ini jadi diterbitkan tidak bisa membayangkan berapa banyak orang yang marah. Orang yang mengamuk akibat kebijakan ini. Kalau pun mereka tidak protes secara langsung. Mereka akan marah secara diam. Ini jauh lebih berbahaya. Pemerintah Indonesia tinggal menunggu karmanya. Cepat atau lambat karma itu pasti datang. Pasti. 

Baca Juga:  Jika Kantor Staf Presiden Benar, Lebih Baik Negara Segera Mengilegalkan Keberadaan Rokok di Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *