
Komunitas Kretek sepakat bahwa aturan anak di bawah umur belum boleh merokok. Tapi cara menanggulanginya bukan dengan memutus rezeki orang juga dong (mengatur jarak warung rokok).
Untuk diketahui, pemerintah resmi melarang penjualan rokok dalam radius 200 meter dari kawasan sekolah dan taman bermain anak, seperti termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan (PP No 28/2024 tentang Kesehatan)
Itu artinya, warung-warung yang sudah berdiri harus menghilangkan produk rokok dari penjualannya. Hasilnya, rezeki penjualan dari produk tembakau akan berkurang. Apalagi jika warung itu berdiri lebih dulu daripada sekolah dan taman bermain anak, yang memungkinkannya memiliki pelanggan rokok dari kalangan orang dewasa.
Memutus rezeki warung penjual rokok
Persoalan perokok pada anak itu tidak sesederhana melarang penjualan produk tembakau itu dengan radius 200 meter untuk berjualan rokok.
Masalahnya, PP No 28/2024 ini tidak napak bumi. Pemerintah tidak bisa serta merta langsung menyerahkan tanggung jawab mengurangi prevalensi perokok anak ke pedagang.
Dengan aturan tersebut, pemerintah justru memutus perekonomian masyarakat. Mengingat, selama ini, bisa jadi produk tembakau yang dijual si pedagang itu dilarisi oleh orang dewasa kelas pekerja.
Kalau warung tidak bisa jual rokok lagi hanya karena berdekatan dengan sekolah dan taman bermain anak, ya nggak fair, dong.
Siswa justru tidak membeli rokok di warung dekat sekolah
Kalau saja pemerintah berdialog dengan pakar sosiologi, seharusnya pemerintah akan mengetahui kalau misalnya ada siswa yang nekat beli rokok, justru akan membeli di warung yang jauh dari sekolah.
Mengingat, ada risiko ketahuan oleh guru atau dilaporkan masyarakat setempat.
Maka dari itu, para siswa kemungkinan besar akan merokok di area yang jauh dari sekolah. Dalam rangka menghindari potensi dilaporkan.
Solusi mengurangi prevalensi perokok anak
Persoalan perokok anak adalah persoalan kontrol sosial. Maka, regulasi yang disusun juga harus pada konteks itu. Seperti saya singgung di atas, memangnya dengan larangan tersebut, perokok anak akan berkurang?
Tentu tidak. Wong masih ada opsi warung lain kok.
Maka, regulasinya harus fokus pada mengurangi perokok anak. Bukan mengurangi penjualannya (toh cukai rokok juga dinikmati oleh pemerintah kan?).
Regulasi yang diberlakukan misalnya, pembelian rokok–terutama bagi yang tampak seperti anak-anak–harus menggunakan KTP. Dengan itu jika ada anak di bawah umur atau pelajar, warung harus tegas untuk tidak melayani.
Pihak sekolah pun harus berperan aktif dalam mengontrol agar para siswanya tidak merokok. Keluarga pun demikian. Dengan begitu, semua terlibat dalam mengurangi prevalensi perokok anak.
Juru Bicara Komunitas Kretek, Rizky Benang
BACA JUGA: Keluhan Warung Madura karena Daya Beli Rokok Turun, Imbas Efisieni hingga PHK
- Sejarah dan Alasan Hari Kretek Diperingati 3 Oktober Bukan di Tanggal Awal Peracikannya oleh H. Djamhari - 24 April 2025
- Merokok Tidak Ada Hubungannya dengan Moral, Karena Ada yang Nggak Merokok tapi Korupsi - 21 April 2025
- Hubungan Pabrik Rokok dengan Konsumen Disebut kayak Budak dan Majikan, Padahal Bentuk Nyata Slogan “Dari Rakyat untuk Rakyat” - 16 April 2025
Leave a Reply