
Peneliti memperkirakan rokok mengurangi harapan hidup sebesar 17 menit untuk laki-laki dan 22 menit untuk perempuan perokok.
Sebagai gambaran, seorang perokok yang menghabiskan sebungkus rokok (20 batang) setiap hari dapat kehilangan sekitar tujuh jam harapan hidup perbungkus.
Asumsi ini mengacu pada data kematian dari studi British Doctors Study untuk laki-laki dan Million Women Study untuk perempuan.
Temuan menunjukkan bahwa perokok rata-rata kehilangan 10 tahun harapan hidup dibandingkan dengan orang yang tidak pernah merokok.
Studi tersebut dipublikasikan pada jurnal Addiction oleh para peneliti dari University College London.
Penelitian yang menggunakan data lama
Penelitian ini mengandalkan data dari British Doctors Study (dimulai 1951) dan Million Women Study (dimulai 1996), yang jelas tidak sepenuhnya mencerminkan pola merokok atau kondisi kesehatan saat ini. Perubahan dalam komposisi rokok, kebiasaan merokok, atau kemajuan medis pun tidak turut jadi pertimbangan.
Dalam sebuah artikel berjudul “Lies, Damned Lies & 400.000 Smoking-Relating Deaths” (1998) dituliskan bahwa ilmu pengetahuan mengenai kesehatan menjadi sampah (junk science).
Penelitian tersebut mengemukakan bahwa banyak kasus kematian terlalu cepat penybabnya adalah rokok.
Ilustrasinya, misal Gugun yang gemuk mempunyai kolesterol tinggi, mengidap diabetes, memiliki riwayat penyakit jantung di keluarga, jarang olahraga, dan merokok, maka ketika Gugun meninggal, ia akan disebutkan mati karena ia seorang perokok.
Fokus menyalahkan rokok
Penelitian tidak mengelaborasi faktor olahraga, diet, dan gaya hidup. Sementara itu, dokter Tirta pernah mengatakan: Merokok tapi olahraga, jauh lebih baik daripada tidak merokok dan tidak olahraga.
Dokter Tirta juga menambahkan, ada alasan mengapa orang-orang zaman dulu kondisi kesehatannya bagus meskipun merokok. Karena orang-orang tua zaman dulu banyak geraknya. Pergi ke ladang jalan kaki, segala mobilitas sehari-hari ditempuh dengan jalan kaki. Berbeda dengan masa modern seperti sekarang.
Jadi poin yang ditekankan soal kesehatan adalah olahraga dan gaya hidup yang benar. Bukan sekadar merokok atau tidak merokok.
Petani tembakau di Temanggung panjang umur meski lekat dengan rokok
Awal bulan Mei 2025 kemarin, saya bersama kawan-kawan Komunitas Kretek dan Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) melakukan Ekspedisi Emas Hijau, bercengkerama dengan banyak petani tembakau.
Satu dari sekian petani tersebut bernama Mbah Noto. Sejak kecil ia sudah ikut orangtua ke ladang. Mbah Noto juga merokok sejak kelas 2 SD.
Kini di usianya yang sudah hampir seabad, ia masih sehat bugar, bahkan ngopi ngebul menemani kami semalam suntuk sambil bercerita tentang tembakau Srinthil, salah satu tembakau terbaik Temanggung. Ia pun masih rutin ke ladang sejak pagi buta.
Merujuk penelitian dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora dari UGM, “Meskipun menghadapi berbagai tantangan ekonomi, petani tembakau Temanggung memiliki sumber kesejahteraan lain, yaitu kesejahteraan subjektif yang menciptakan kebahagiaan dan ketahanan terhadap berbagai tantangan”.
Kesejahteraan subjektif yang dimaksud adalah tembakau. Karena bagi masyarakat Temanggung, tembakau adalah emas hijau.
Hal ini membuktikan bahwa meskipun para petani lekat dengan rokok sejak kecil, mereka tetap sehat. Karena setiap hari selalu olahraga dengan jalan kaki ke ladang, ditambah mempunyai kepercayaan yang baik terhadap tembakau.
Juru Bicara Komunitas Kretek, Rizky Benang
BACA JUGA: Ada Kampanye Jangan Jadikan Perokok Pasangan Hidup, Padahal Milih Pasangan Itu Hak Pribadi Orang
Leave a Reply